Nawal, Film Pendek Tentang Mahasiswa Aktivis yang Sengaja Dilenyapkan

Saat bioskop tutup sementara, film pendek bermunculan. Nawal, tentang mahasiswa aktivis yang memperjuangkan perubahan lalu dilenyapkan penguasa.

oleh Wayan Diananto diperbarui 06 Mei 2020, 16:07 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2020, 15:20 WIB
Poster film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)
Poster film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)

Liputan6.com, Jakarta - Film pendek, yang dikerjakan dan didistribusikan secara independen, selalu punya ruang apresiasi sendiri. Karenanya, dalam jumlah terbatas, film pendek selalu diproduksi. Nawal, misalnya.

Film Nawal yang berdurasi 18 menit mengusung tema serius, yakni pergerakan mahasiswa di era reformasi 1998. Diprediksi, kisah Nawal berlatar beberapa minggu jelang lengsernya Presiden Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun.

Nawal yang kelam berfokus pada keluarga mahasiswa bernama Mahatma alias Maha (Julfikar Maha Putra) yang tinggal bersama ibu (Noviya Setiawaty) dan adik perempuannya, Drupadi (Nadia Karina). Lebih dari setengah durasi Nawal habis di kediaman tokoh utama.

Maha, Ibu, dan Adiknya

Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)
Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)

Kisah Nawal bermula saat Maha kedatangan rekannya, Lubis (Fajar Isnan). Lubis mengabarkan bahwa aparat tengah mengincar para aktivis kampus yang memotori perubahan. Pergerakan aktivis ini membuat penguasa orde baru gerah.

Militer diminta bertindak untuk membungkam suara-suara muda yang lantang. “Aku tidak akan bersembunyi. Kalau kita bersembunyi, lalu siapa yang akan memperjuangkan negeri kita?” tanya Maha pada Lubis. “Kita harus tetap melawan dan berjuang,” ujarnya. Lubis tak sependapat dengan Maha.

“Minimal, kau pikirkan perasaan ibu dan adikmu,” beri tahunya. Ujaran ini didengar ibu Maha yang kemudian ogah menyiapkan sarapan. Kehilangan suami, ibu Maha yang mencium aroma bahaya di depan mata tak mau Maha jadi korban penguasa.

Namun, Maha berkukuh. Ia mendatangi rusun milik sahabatnya. Maha curiga, rusun tak dikunci. Dalam hitungan detik, dua orang menciduknya. Semalaman tak pulang membuat ibu Maha dan Drupadi ketar-ketir. Keduanya mendatangi rusun itu. Kabar yang dikhawatirkan pun terdengar.

Harga Mimpi Terlalu Mahal

Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)
Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)

Bergulir dalam belasan menit, Anda dan kami dihadapkan pada dua pilihan. Memihak ibu Maha dan Lubis atau menyetujui keputusan tokoh utama? Inilah kesan pertama yang kami tangkap bahkan sebelum film berakhir. Jujur, saya memihak ibu Maha.

Keluarga adalah unit terkecil dalam struktur masyarakat. Tanpa keluarga demi keluarga yang dikumpulkan menjadi RT, RW, kelurahan, dan seterusnya, negara tak akan terbentuk. Tidak ada keberhasilan yang mampu menebus kegagalan melindungi keluarga. Dalam hal ini, Maha tampaknya salah kaprah.

Harga mimpi besarnya terlalu mahal. Ia seolah tak tahu yang dihadapinya raksasa. Atau sebenarnya tahu tapi nekat. Di sini, Maha sebagai tokoh utama gagal mengambil simpati penonton. Akting apik justru dihidangkan ibu Maha dari ekspresinya menjahit dalam diam hingga menanti anaknya pulang.

Maha Dalam Kehidupan Nyata

Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)
Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)

Semua tereksekusi dengan rapi dan ekspresif. Namun bukan berarti Maha dikalahkan oleh para karakter pendukung. Akhir film ini menempatkan posisinya sebagai simbol kegagalan negara memberi rasa aman kepada rakyat.

Lebih dari 20 tahun berlalu, orang-orang seperti Maha masih belum mendapat jalan terang. Bukan salah Ibu Pertiwi, melainkan anak-anaknya yang lain, yang membiarkan Maha dan Maha-Maha lainnya terlupakan. Maha bukan isapan jempol.

Dalam kehidupan nyata, orang-orang seperti Maha nyata adanya. Jika dalam film, ruang tamu rumah Maha dan rusun kumuh menjadi saksi, maka di kehidupan nyata kita tahu sama tahu ada tempat-tempat khusus yang membisu saat nyawa-nyawa muda lenyap. Hingga kini tak terusut.

 

Melaju ke Festival

Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)
Adegan film Nawal. (Foto: Uncles Pictures)

Akhirnya, Nawal menempatkan para tokohnya dalam kondisi tak berdaya. Ruang tamu kediaman Maha yang menghadap pintu utama itu tidak kunjung beroleh harapan atau setidaknya kepastian.

Nawal dibuat bukan untuk memberi asa. Melainkan sebagai pengingat bahwa setelah mengaku sudah 70 tahun merdeka, kita sebenarnya masih dijajah oleh pekerjaan rumah menahun yang belum terselesaikan.

Sebagai sebuah film pendek Nawal terasa kelam, berat, didukung gambar dengan pewarnaan cenderung pucat. Bahkan cat oranye yang mendominasi rusun pun terasa muram.

Nawal dijadwalkan melaju di Bali International Film Festival dan Jakarta Independent Film Festival. Dalam waktu dekat, Nawal akan singgah di situs berbagi YouTube untuk merangkul lebih banyak audiens.

 

Pemain: Julfikar Maha Putra, Noviya Setyawaty, Nadia Karina, Fajar Isnan

Produser: Nezar Patria, Margiyono

Sutradara: Bayu Adityo Prabowo

Penulis: Bayu Adityo Prabowo

Produksi: Uncles Pictures

Durasi: 18 menit

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya