Liputan6.com, Jakarta - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur menyatakan, sepanjang 2019, kasus paling menonjol yaitu penangkapan dua jaringan narkoba yang membawa 25 kilogram (kg) sabu di Tol Surabaya-Mojokerto (Tol Sumo) dan Hotel Kawasan Juanda.
Kepala BNNP Jawa Timur (Jatim), Brigjen Bambang Priyambada menuturkan, dari dua jaringan pengedar narkotika tersebut, BNNP Jatim mengamankan barang bukti sabu sebesar 25 kg.
"Kerawanan di Madura yang nomor satu. Tahun 2018 khususnya Bangkalan sudah kami ketahui itu rawan, dan menjadi target bidang pencegahan,” ujar dia, seperti dikutip Antara, Senin (16/12/2019).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, BNNP Jawa Timur mencatat jumlah kasus meningkat menjadi 70 dibandingkan tahun sebelumnya hanya 16 kasus.
“Untuk laporan kejadian narkotika jumlah targetnya 25 dengan jajaran. Tapi bisa menangani sampai 60 kasus. Jadi, untuk pengungkapan cukup signifikan jumlahnya,” ujar dia.
Meningkatnya jumlah kasus yang ditangani BNNP Jatim juga sejalan dengan peningkatan barang bukti yang disita. Pada 2019, Bambang menuturkan, pihaknya mengamankan barang bukti narkotika jenis sabu sebesar 62 kilogram. Meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 25 kilogram.
"Tahun ini kita bisa dapatkan barang bukti sampai 62 kilogram. Sehingga tahun ini peningkatannya cukup tinggi,” ujar Bambang.
Selain sabu, BNNP Jatim juga mengamankan 4 kilogram ganja, dan 1.181 butir pil ekstasi. BNNP Jatim menetapkan 141 tersangka selama 2019.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Jaringan Lapas
Dari 60 kasus ini, menurut Bambang, rata-rata adalah jaringan lapas. Serta punya peran penting akan peredaran narkotika di kawasan Jawa Timur.
“Jaringan di lapas macam-macam, jaringan Madura, Aceh, Jakarta, dan Medan. Masing-masing punya pengendali yang ada di lapas. Ada yang sudah kita amankan dan belum. Karena kesulitan penangkapan,” ujar Bambang.
Bambang tidak memungkiri, hampir seluruh peredaran gelap narkotika di Jawa Timur dikendalikan dari balik lapas. Pengendalian jaringan narkotika dari balik lapas, kata Bambang, tak lain karena komunikasi para narapidana dengan dunia luar cukup mudah. Apalagi semua tahanan dibolehkan membawa telepon genggam.
“Kami berharap HP tidak bisa masuk di LP. Selama ini HP masih bisa masuk di LP. Karena itu yang menjadi pemicu masuknya narkoba di lapas,” tutur dia.
Advertisement