Sejarah Trem Surabaya, Pernah Jadi Primadona Warga

Sejarah Trem di Surabaya, ada sejak zaman kolonial. Ingin tahu seperti apa ceritanya? Simak ulasannya

oleh Liputan Enam diperbarui 24 Jan 2020, 06:00 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2020, 06:00 WIB
Ilustrasi trem (Pixabay)
Ilustrasi trem (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Surabaya merupakan kota besar yang ada di Indonesia dan mendapat predikat kota metropolitan kedua setelah Jakarta. Tentu saja bukan tanpa alasan kota Surabaya menyandang predikat itu.

Perkembangan kota ini dari zaman kolonial hingga sekarang dan usaha untuk memajukan segala sektor di berbagai bidang membuatnya menjadi kota metropolitan.

Salah satu sektor yang diperbaharui adalah bidang transportasi publik. Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) pun berupaya membenahi dalam rangka menunjang transportasi bagi publik, salah satunya dengan rencana pembuatan Mass Rapid Transit (MRT). Sebelum MRT terealisasi di gerbang kertasusila yang termasuk ada  di Surabaya, ternyata kota pahlawan ini pernah mempunyai transportasi pubik yang terkenal, yaitu trem.

Trem pernah berjaya di Surabaya, dan menjadi primadona di kota ini pada zaman kolonial.  Mengutip dari laman heritage.kai.id, dalam perkembangan kereta api di Indonesia, pemerintah Hindia Belanda tak hanya menggunakan kereta api sebagai angkutan penumpang di perkotaan, tetapi ada juga trem.

Pada saat itu Pemerintah Hindia Belanda merancang jalan rel untuk transportasi umum di sejumlah kota besar, salah satunya adalah di Surabaya.

Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Adrian Perkasa mengatakan dalam hal ini, Pemerintah Hindia Belanda melimpahkan proyeknya kepada perusahaan kereta api swasta Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS) untuk membangun rel di Surabaya pada 1886.

"Setelah izin beres dan infrastruktur terbangun, maka tram mulai beroperasi di Surabaya pada 1889," kata Adrian saat berbincang dengan Liputan6.com lewat pesan singkat, Rabu, 22 Januari 2020.

OJS membangun jalan rel di kota Surabaya pada 1889 – 1920 sepanjang 47 km. Rutenya meliputi Ujung – Benteng – Surabaya Kota – Simpang – Wonokromo – Surabaya Pasar Turi – Pelabuhan Tanjung Perak dan rute Wonokromo – Sepanjang – Krian.

Setelah rel dibangun, OJS mengoperasionalkan 23 lokomotif B12 di jalurnya. Adrian berkata, trem ini menggunakan tenaga uap dengan bahan bakarnya yang berupa kayu bakar. Trem ini mempunyai kecepatan maksimum hingga 25 KM per jam. Berat keseluruhan trem sekitar 21 ton.

Adrian menuturkan, pada 1924, trem uap diganti menjadi trem listrik karena dianggap bebas polusi dan lebih efesien. Trem disambut baik oleh masyarakat sebagai transportasi publik karena dianggap lebih cepat. Trem juga menjadi primadona di kota terbesar di nusantara kala itu, Surabaya.

"Semua kalangan menaikinya. Mulai dari kuli-kuli dan buruh di pelabuhan sampai orang-orang kantoran memakai trem," kata Adrian.

Trem juga, salah satu transportasi yang bagus dan berdampak positif untuk Surabaya. "Jelas baik sekali bagi perkembangan suatu kota, apalagi sekelas Surabaya,” kata Adrian.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Kehadiran Mobil

Namun, Adrian mengatakan semakin hari zaman semakin berkembang, dan banyak bermunculan transportasi darat lain seperti mobil dari Jepang yang dibuat dengan harga murah. Hal ini turut mempengaruhi keberadaan trem.

"1970-an mulai kolaps, akhirnya berhenti total tahun 1978," kata dia.

Saat ini, trem yang masih tersisa hanya satu lokomotif B12, yaitu B12 39 buatan pabrik Wekspoor yang beroperasi pada 1903. Lokomotif B12 39 ini dipajang di depan Stasiun Surabaya Pasar Turi, Surabaya, Jawa Timur.

Adrian juga berpendapat, Pemerintah Kota Surabaya harus menyediakan transportasi publik yang memadai. "Nah nanti pelan-pelan kendaraan pribadi termasuk mobil harus dikurangi dengan cara ditambah pajaknya, dicabut subsidi BBM," ujar dia.

 

 

(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya