KPK Tangkap Dua Menteri, Ini Respons Relawan Jokowi hingga Pakar Hukum Unair

Sekjen DPN Seknas Jokowi, Dedy Mawardi berharap setelah OTT KPK terhadap dua menteri tidak ada lagi pejabat negara dan kepala daerah yang korupsi.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 07 Des 2020, 21:05 WIB
Diterbitkan 07 Des 2020, 21:05 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Surabaya - Relawan Joko Widodo (Jokowi) hingga Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, angkat bicara terkait dua menteri yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara yang tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Ini bukti nyata jika KPK pasca revisi undang-undang tidak loyo tapi tetep digdaya serta OTT 2 pejabat setingkat menteri merupakan bukti bahwa KPK tidak bisa di intervensi oleh siapapun dalam kerja memberantas korupsi,” kata Sekjen DPN Seknas Jokowi, Dedy Mawardi, Senin (7/12/2020). 

Seknas Jokowi, lanjut Dedy, memberikan apresiasi yang tinggi atas kerja KPK dalam 10 hari terakhir ini. "Bravo KPK kami selalu mendukungmu, dalam pemberantasan korupsi di Negara tercinta kita ini,” ucap Dedy

Deddy berharap setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, menteri KKP Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari P Batubara tidak ada lagi pejabat negara dan kepala daerah yang korupsi di tengah pandemi COVID-19.

“OTT dua menteri kabinet kerja jilid dua ini seharusnya menjadi sinyal kuat Presiden Jokowi untuk segera membersihkan menteri dengan mereshuffle kabinetnya," ujar Dedy.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Tanggapan Pakar Hukum Unair

KPK Beberkan Kronologis Korupsi Dana Bansos COVID-19
Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers terkait penahanan Menteri Sosial Juliari Batubara di Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan Juliari Batubara dan pejabat pembuat komitmen Kemensos Adi Wahyono untuk kepentingan pemeriksaan kasus korupsi dana bansos Covid-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara itu, pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, I Wayan Titib Sulaksana mendukung wacana untuk menghukum mati koruptor dana Bantuan Sosial (Bansos) COVID-19.

Wayan meminta KPK menjerat pelaku korupsi bansos dengan hukuman setimpal. Ia mengaku merasa prihatin dengan kondisi negeri yang belum stabil akibat pandemi COVID-19, justru pejabat negara sekelas menteri memperkaya diri sendiri.

"Saya teramat pilu membaca berita itu. Masih amat sangat banyak rakyat Indonesia yang secara ekonomi terdampak COVID-19, yang tidak terpenuhi bansos, bantuan langsung tunai dan bantuan pemerintah lainnya," ujarnya. 

Jika merujuk pada Pasal 2 ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diubah dan diperbarui dengan UU No. 20 Tahun 2002 sangsi yang paling adil untuk pejabat negara kata Wayan adalah pidana mati.

"Maka sanksi pidana paling adil untuk pejabat negara ini adalah pidana mati merujuk pada Pasal 2 ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diubah dan diperbarui dengan UU No. 20 Tahun 2002," ucapnya.

Menurut Wayan, sepak terjang KPK dalam beberapa minggu terakhir belum bisa diartikan bahwa revisi Undang-Undang KPK tidak melemahkan. Namun, sekarang saatnya KPK menunjukkan kinerja yang baik, benar, serius dan sungguh-sungguh dalam penindakan dan pemberantasan Tipikor.

"Ini baru langkah awal dari permulaan yang baik. Meski masih perlu bukti-bukti tindakan yang lain intuk memperoleh kepercayaan masyarakat Indonesia yang sudah menurun Lembaga Antirasuah ini," tutur dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya