Dilarang Kaget, 400 Ton Sampah Basah Diangkat dari Kali Surabaya Per Pekan

Perum Jasa Tirta (PJT) I mengingatkan warga agar tidak kaget jika nantinya ada perubahan kualitas air sungai di Kali Surabaya pada saat memasuki musim penghujan.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 07 Okt 2021, 06:07 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2021, 06:07 WIB
Direktur Utama PJT I Raymond Valiant Ruritan. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Direktur Utama PJT I Raymond Valiant Ruritan. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Perum Jasa Tirta (PJT) I mengingatkan warga agar tidak kaget jika nantinya ada perubahan kualitas air sungai di Kali Surabaya pada saat memasuki musim penghujan.

"Kualitas air sungai di musim hujan tidak semakin baik, tetapi semakin jelek karena limbah di permukiman masuk sungai. Sebagian besar memang limbah rumah tangga seperti popok, plastik dan lain sebagainya," ujar Direktur Utama PJT I Raymond Valiant Ruritan di Surabaya, Rabu (6/10/2021).

Penurunan kualitas air sungai tersebut biasanya ditandai dengan penurunan kadar oksigen terlarut dalam air. Menurutnya, standar oksigen terlarut dalam air mencapai 2 hingga 4 miligram per liter agar air bisa masuk pada golongan yang bisa diolah kembali. Dan biasanya, jika oksigen turun di bawah 2 miligram per liter, maka akan terjadi fenomena ikan mabuk.

"Kalau terjadi ikan mabuk dimanapun itu, tolong hubungi kami. Itu biasanya karena penurunan oksigen. Tetapi kalau ada bau atau warnanya berubah, berarti ada yang membuang limbah. Ini kemarin sempat terjadi di Bengawan Solo. Air sungai menjadi coklat tua. Ternyata ada industri alkohol yang membuang limbah ke sungai," ungkap Raymond.

Menurut Raymond, jumlah sampah yang ada di sepanjang Kali Surabaya terus bertambah. Saat ini, ada sekitar berkisar 400 ton sampah basah per Minggu yang bisa diangkat dari Kali Surabaya. Volume sampah tersebut akan kian tinggi di saat tertentu seperti musim penghujan. Sebagian besar sampah padat seperti plastik.

"Dari pengamatan kami, jenis sampah semakin banyak. Kalau dulu di hulu itu 30 persen adalah sampah anorganik, sekarang naik menjadi 40 persen seperti plastik kaca dan berbagai material yang tidak bisa diuraikan," ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Eskavator Apung

Kalimas, Jalur Rempah dan Titik Mula Perkembangan Kota
Gedung – gedung peninggalan masa kolonial Belanda di sekitar Jembatan Merah Surabaya. Gedung dibangun kokoh menghadap ke arah Sungai Kalimas, salah satu kawasan sibuk pada masa lampau (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Hal ini diakibatkan oleh perubahan pola hidup masyarakat, utamanya di masa pandemi.

"Banyak orang yang tinggal di rumah sebenarnya mengakibatkan kenaikan jumlah sampah rumah tangga. Untuk itu kami mengimbau masyarakat agar tidak membuang sampah di sungai," ucap Raymond.

Agar tidak terjadi banjir, BUMN pengelola sumber daya air itu juga telah menyiapkan tiga unit eskavator apung untuk pengambilan sedimen dan sampah dari sungai sepanjang musim hujan.

"kami akan lakukan pengambilan sedimen di sungai dari Wringin Anom hingga Gubeng. Kami juga akan imbau, minta tolong kepada pemerintah kabupaten kota untuk urusi sampai karena sampah sebenarnya tanggung jawab pemkab atau pemkot," ujar Raymond.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya