Liputan6.com, Jakarta - Penyadapan yang menargetkan Indonesia sejatinya adalah isu lama, namun selalu bikin heboh saat dibangkitkan kembali. Selain itu, tiap kali kasus penyadapan muncul, penyedia layanan komunikasi selalu menjadi pihak yang seakan-akan harus menanggung kesalahan.
Selain operator seluler, internet service provider (ISP) atau penyedia jasa internet selalu menjadi sasaran audit ketika isu penyadapan mengemuka.
Baca Juga
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), Samue A Pengerapan mengatakan, "Baik ISP maupun pemilik NAP (network access point) sebenarnya sudah memiliki SOP masing-masing soal keamanan jaringan mereka. Namun yang paling standar, mereka harus memiliki firewall, antivirus, dan filtering. Itu seharusnya sudah cukup. Kalau belum cukup seharusnya dibentuk badan lain yang memang mengurusi keamanan jaringan ISP maupun NAP."
Sammy --panggilan akrab Samuel-- menjelaskan, alasan kenapa harus ada badan mandiri lain yang mengurusi masalah keamanan ini adalah karena pihak ISP tidak memiliki hak untuk menambahkan sistem keamanan lain dalam jaringannya.
"ISP harus dijaga netralitasnya. Kalau diperbolehkan menaruh sesuatu, sistem tambahan apapun di jaringan masing-masing bisa terjadi pelanggaran. Harus ada regulasi yang jelas, kalau tidak nantinya akan seperti kasus intrusive ads," ujar Sammy.
Advertisement
Ia melanjutkan, "Kalau mau ISP atau NAP yang pasang sistem keamanan sendiri, regulasinya mesti jelas, di layer mana mereka boleh pasang sistem itu. Tapi lebih baik ada badan lain saja yang mengurusi sistem keamanan ini."
Pada dasarnya, Sammy khawatir nantinya akan semakin banyak terjadi pelanggaran seperti kasus intrusive ads (iklan sisipan) yang beberapa waktu lalu sempat mengundang perdebatan.
Bila ISP diberi kebebasan memasang sistem apapun di jaringannya masing-masing, ada ketakutan kesempatan ini akan dikomersilkan dan merugikan pengguna (konsumen).
(dhi/isk)