Revisi PP Network Sharing, Presiden Jokowi Diminta Berhati-hati

Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis meminta Presiden Jokowi berhati-hati terkait rencana revisi dua Peraturan Pemerintah (PP).

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 14 Nov 2016, 10:02 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2016, 10:02 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis meminta Presiden Jokowi berhati-hati terkait rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekwensi Radio dan Orbit Satelit.

Menurut Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto, ada beberapa hal yang perlu Presiden Jokowi pertimbangkan sebelum menandatangani rancangan revisi kedua PP tersebut.

“Kami meminta Presiden Jokowi menunda pengesahan rancangan kedua PP tersebut karena dari sisi hukum keduanya diduga melanggar ketentuan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Terutama pasal 2 yaitu telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil, dan merata, " katanya di Bandung.

Juga, diduga melanggar ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terutama Pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat. Karenanya, revisi kedua PP ini berisiko cacat prosedur, cacat substansi, dan tidak didukung pada dasar perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana ditekankan dalam Siaran Pers OMBUDSMAN Republik Indonesia tanggal 20 Oktober 2016.

Wisnu menambahkan, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanggal 24 Agustus 2016 di Komisi I DPR dengan Menteri Kominfo Rudiantara ada empat kesimpulan. Pada kesimpulan ke-4 terkait rencana revisi PP 52 dan PP 53 dinyatakan, Komisi I DPR RI akan mengadakan rapat dengan Menkominfo dan Kementerian terkait lainnya perihal perkembangan Revisi PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 tersebut.

“Apakah Komisi I DPR RI sudah mengadakan rapat dimaksud? Menurut pantauan kami rapat tersebut belum dilaksanakan. Mestinya proses revisi kedua PP tersebut berjalan sesuai kesepakatan RDP tanggal 24 Agustus 2016 yang lalu. Jadi, jangan ada kesan DPR dilecehkan Pemerintah” desak Wisnu.

Berdasarkan informasi pembahasan revisi, kedua PP ini diduga mengandung unsur penyuapan saat pembahasannya seperti laporan Komite Anti Pungli dan Suap Indonesia (KAPSI) ke Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) tertanggal 20 Oktober 2016. Karena itulah, Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis meminta Presiden Jokowi berhati-hati.

Wisnu menyarankan pemerintah fokus terlebih dahulu pada penyelesaian pembuatan UU Telekomunikasi yang baru agar dapat diselesaikan tahun 2017. Baru setelah itu, fokus ke revisi PP 52 dan 53 dengan dasar Undang Undang Telekomunikasi yang baru.

Pemerintah juga diminta lebih fokus melakukan percepatan penyelesaian proyek jaringan telekomunikasi skala besar (Palapa Ring), yang diyakini oleh Kementerian Kominfo akan menjadi solusi permasalahan network sharing.

"Ditinjau dari kesesuaian program kerja, pemerintah sedang membuat draft Rancangan UU Telekomunikasi yang baru untuk menggantikan UU Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999 yang nantinya akan diacu saat pembuatan PP dan peraturan di bawahnya. Pemerintah juga harus fokus upaya membangun jaringan telekomunikasi skala besar di wilayah barat dan timur dengan proyek Palapa Ring yang ditargetkan selesai tahun 2018," pungkasnya.

(Msu/Ysl)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya