Liputan6.com, Jakarta - Ada sejumlah poin yang dituntut oleh driver GrabBike terkait aksi demo yang digelar di Kantor Pusat Grab Indonesia, Setiabudi, Jakarta, Kamis (5/1/2016).
Salah satu poin utamanya adalah meminta manajemen untuk mengaktifkan kembali mitra pengemudi yang di-ban (blokir) sejak aksi mogok 'One Day No Bid' yang dilakukan pada 16 Desember 2016.
"Mereka yang diblokir tidak tahu kesalahannya, jadi diminta diaktifkan lagi," ujar Vicky, salah satu anggota Forum Gabungan GrabBike Bersatu kepada Tekno Liputan6.com di tengah aksi demo.
Advertisement
Terkait hal ini, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, pihaknya tidak bisa memenuhi poin tuntutan ini. Menurutnya, para pengemudi yang diblokir itu dinilai sudah melanggar kode etik.
Baca Juga
"Kami secara aktif sudah menindaklanjuti aspirasi mereka lewat sejumlah pertemuan antara manajemen Grab Indonesia dengan perwakilan mitra pengemudi pada beberapa minggu terakhir," ujar Ridzki.
"Mitra pengemudi GrabBike yang kami putuskan itu adalah pengemudi yang melanggar kode etik seperti pelanggaran provokasi, razia, pembuatan order fiktif, dan menggunakan aplikasi fake GPS untuk mencurangi sistem," ia melanjutkan.
Bagaimanapun, tambahnya, pemutusan hubungan kemitraan tersebut bertujuan untuk melindungi penumpang dan juga sebagian besar mitra pengemudi yang memilih tidak bergabung dalam aksi demo tersebut.
Manajemen Grab juga dengan tegas telah menerapkan kode etik untuk bisa terus menyelidiki atas setiap keluhan atau tindakan yang mencurigakan, sebelum akhirnya dilakukan pemutusan hubungan dengan pengemudi.
Tuntutan lainnya adalah para pengemudi ingin tarif perjalanan dinaikkan dari yang sebelumnya Rp 1.500 menjadi Rp 2.500.
Selain itu, para pengemudi juga meminta kejelasan transparansi kemitraan dan mendesak manajemen untuk mengubah aturan pelarangan demo.
(Jek/Isk)