Machine Learning dan Data Science Bisa Jadi Solusi Kemacetan

Pemanfaatan machine learning dan data science bisa menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan saat arus mudik dan arus balik.

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 09 Jun 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 12:00 WIB
20160822-Ilustrasi-Kemacetan-AY
Ilustrasi Kemacetan (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Bandung - Teknologi informasi komunikasi (TIK) dan data science mendesak diimplementasikan sebagai solusi arus mudik dan arus balik Lebaran yang kerap menimbulkan stagnasi ekonomi bisnis.

Dimitri Mahayana, Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, mengatakan, solusi perjalanan calon pemudik sebetulnya bisa diketahui, terutama melalui mekanisme perekaman keluar-masuk pintu tol, baik dari sisi jumlah kendaraan yang masuk atau keluar, serta jenis kendaraannya.

"Data ini tentunya disimpan di suatu database. Para penyelenggara tol memerlukan data ini secara terperinci untuk memastikan pengumpulan pembayaran biaya tol. Data ini juga data dengan akurasi amat tinggi, golden accurac sebab, ia merupakan data transaksional dan terkait dengan rupiah," katanya di Bandung, Kamis (08/06/2017).

Menurut dia, dari penggunaan data ini semestinya bisa dikembangkan menjadi suatu model detektor kemacetan. Yakni sebuah sistem aplikasi yang bisa memprediksi peluang terjadinya kemacetan dengan merujuk data input yang berasal dari pintu tol tersebut.

"Kemajuan machine learning tampaknya memungkinkan akurasi cukup tinggi untuk detektor kemacetan. Terutama, karena data-data ini bersifat data transaksional. Dalam bayangan saya, dibentuk satu tim berisikan ahli perilaku berkendara jalan tol, ahli prakiraan lalu lintas jalan tol, senior data scientist, dan ahli matematika khususnya proses stokastik (peluang, red.), yang digabung tim pengembang aplikasi machine learning dan data analytics, sehingga akan muncul model prakiraan kemacetan," sambungnya.

Dosen Teknik Elektro ITB ini menambahkan, dengan adanya banyak aplikasi analisis saat ini yang umumnya berbasis open source, pengembangan model ini juga tidak membutuhkan biaya terlalu mahal.

"Harapan saya, semoga ini sudah dikembangkan pihak berwenang agar mengurangi peluang bencana-bencana kemacetan di masa datang yang merugikan semua sektor di semua bidang," tambahnya.

Dimitri mengatakan pemerintah nyaris tidak mungkin membiarkan kemacetan parah terjadi kembali (seperti jalur Brexit tahun lalu) .

"Saya juga menduga, mestinya pemerintah sudah menyiapkan strategi khusus mencegah kemacetan total yang berpotensi memakan korban jiwa dan menciptakan stagnasi ekonomi bisnis pada Lebaran tahun ini. Khususnya di Brexit, maupun di lokasi langganan macet Lebaran lainnya di banyak tempat," sambungnya.

Bila belum dikembangkan, kata Dimitri, mengapa tidak dikembangkan segera sekarang? Daripada tidak sama sekali, lebih baik terlambat. Bila belum berguna untuk 2017, mungkin akan berguna untuk tahun tahun ke depannya.

Merujuk data Dishub Jawa Barat, kemacetan sekaligus potensi kecelakaan arus mudik dan arus balik terdapat di enam titik di jalur utara, sembilan titik di jalur tengah, dan sembilan titik di jalur selatan Jawa Barat. Titik rawan kecelakaan didominasi oleh tanjakan terjal, turunan curam, serta jalanan berkelok, terutama di jalur selatan.

Titik rawan kecelakaan di jalur selatan terdapat di Ciloto, Cisarua, Padalarang, Cipatat, Cimahi, Kabupaten Bandung (Nagreg dan Cijapati), Tasikmalaya (Gentong dan Ciawi), Garut (Malangbong, Kadungora, dan Leles), serta Jalan Raya Ciamis. Sementara sembilan titik rawan kecelakaan lainnya di jalur tengah, meliputi Purwakarta (Jalan Cijantung, Bungursari, dan Cibatu). Majalengka (Jatiwangi dan Kadipaten), Kuningan (Bandorasa Wetan), dan Jalan Kuningan-Ciamis.

Enam belas titik rawan kecelakaan di jalur utara Jawa Barat terbagi ke dalam wilayah yakni Subang (Jalan Johar, Jalan Tuparev KM71 dan 73, Srengseng, Patokbeusi, Tanjakan Emen, Mundingsari, dan Pamanukan), Indramayu, Karanganyar, Jangga, Kabupaten Cirebon (Jalan Susukan, Cibeberan, Plumbon, dan Pangenar), serta Kota Cirebon (Jalan A Yani dan Tol Cipali).

(Msu/Why)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya