Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya meneken peraturan pemblokiran ponsel BM via IMEI, Jumat (18/10/2019) di Jakarta.
Namun sayangnya, masyarakat Indonesia sebagian besar tidak mengetahui secara detail apakah ponsel yang dibelinya benar-benar legal atau tidak.
Pengamat gadget Lucky Sebastian menilai hal itu karena patokan sekadar adanya garansi, belum tentu dari garansi vendor yang resmi. Belum lagi ponsel rekondisi yang dinyatakan baru, ponsel KW, dan lain sebagainya.
Advertisement
Baca Juga
"Dengan peraturan yang didukung Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (SiBina) ini, maka masyarakat bisa terlindungi oleh negara untuk mendapatkan device yang sesuai standar, mendapat pelayanan resmi dari service center resmi atau purnajual yang baik," katanya kepada Tekno Liputan6.com via pesan singkat, Jumat (18/10/2019).
Ia melanjutkan, dengan SiBina, masyarakat juga bisa melapor jika terjadi kehilangan ponsel, karena kita tahu bahwa ponsel adalah salah satu barang yang paling banyak diincar pencuri karena pasarnya besar dan mudah dijual.
"Dengan sistem baru yang bisa memblokir ponsel yang hilang, maka nilai ponsel curian tidak lagi signifikan, selain digunakan sebagai parts atau dummy phone, atau sekadar foto-foto dan hanya bisa mengakses jaringan WiFi," ujar Lucky menjelaskan.
Â
Sindikat Pengedar Ponsel Curian Bisa Dikontrol
"Dengan terhubungnya SiBina dengan data GSMA, ini lebih keren lagi, jadi nantinya sindikat peredaran ponsel curian yang melewati batas negara juga bisa lebih dikontrol atau dicegah, karena datanya berlaku internasional," sambungnya.
Lucky memaparkan, ada studi kasus di Inggris, di mana sebuah perusahaan rintisan penjual device second hand, menjadi besar dan dipercaya karena terhubung dengan data GSMA.
"Sebelum mereka membeli barang yang dijual konsumen atau barang yang akan dijual, sudah bisa dipastikan sebagai barang yang aman, bukan hasil curian atau pengelapan, sehingga menimbulkan kepercayaan masyarakat," ucapnya memaparkan.
Â
Advertisement
Menghindari Monopoli
Dengan contoh studi kasus ini, kata Lucky, mungkin bisa ditiru nanti untuk para penjual yang biasanya berurusan dengan ponsel BM, di mana mereka bisa menjadi penjual barang second hand yang bisa dipastikan barangnya aman.
"Saya percaya, para pelaku pasar yang sekarang mungkin banyak berurusan dengan barang BM memiliki kekuatan finansial baik. Mungkin mereka bisa menjadi asosiasi yang berganti menjadi distributor atau importir resmi, untuk menjadi penyeimbang distributor atau importir resmi yang sekarang sudah ada, supaya tidak ada monopoli," ujar Lucky menutup pembicaraan.
(Isk/Ysl)