Liputan6.com, Jakarta - Apa kesamaan Hong Kong, Taiwan, Selandia Baru, Jerman, Finlandia, Norwegia dan Islandia? Semua negara tersebut merupakan negara dengan tingkat Covid-19 sangat rendah dan semuanya memiliki perdana menteri atau presiden perempuan.
Ketujuh pemimpin negara tersebut melakukan hal-hal yang luar biasa serius dan menjadi inspirasi dunia dengan kemampuan menjaga penyebaran Covid-19 terendah di muka bumi ini.
Mari kita lihat Taiwan, negara tetangga terdekat China, mampu mengatasi Covid-19 dengan total korban hanya 432 orang tanpa tambahan kasus lokal.
Advertisement
Apa rahasianya? Kecepatan, itulah kunci suksesnya! Presiden Tsai Ing Wen, yang juga adalah presiden perempuan pertama di Taiwan, kini menjadi inspirasi dunia, dengan kemampuannya mengatasi Covid-19 dengan sangat cepat.
Di awal Januari, sebelum Covid-19 mendunia, beliau menetapkan 124 kebijakan baru untuk menghentikan penyebaran virus. Taiwan menutup hampir seluruh penerbangan dari dan menuju Cina.
Baca Juga
Warga yang dikarantina dimonitor dengan aplikasi pelacakan berbasis GPS untuk dipastikan mereka benar-benar di rumah dan setiap hari ditelpon untuk memastikan mereka dalam keadaan sehat dan tetap tinggal di rumah.
Taiwan mengantisipasi bahwa dunia akan kekurangan masker, lalu memutuskan untuk meningkatkan produksi masker dari semula 2 juta menjadi 17 juta masker dan kini bahkan menjadi produsen masker no 2 di dunia setelah Cina.
Taiwan juga memberikan bantuan masker untuk mengatasi Covid-19 bagi negara-negara lain sehingga membuat 'Made In Taiwan' semakin dikenal dunia. Taiwan memastikan kebersihan terjaga di restoran, transportasi umum, jalan raya, dan tempat publik.
Meskipun saat ini sudah tidak ada tambahan kasus baru, mereka tetap sangat berhati-hati dan melanjutkan prosedur kebersihan agar tidak dilanda gelombang berikutnya.
Sukses para pemimpin perempuan ketujuh negara di atas sangatlah menginspirasi. Namun perlu menjadi catatan kita bersama, saat perempuan yang merupakan 50% populasi dunia, namun berdasarkan data dari G20 Osaka Summit 2019, dalam hal kepemimpinan dunia, kurang dari 8% dipimpin oleh perempuan.
Dari sisi korporasi dunia, hanya ada 4,9% CEO perempuan di Perusahaan Fortune 500 dan 2% CEO dari S&P 500 dan persentasi tersebut menunjukkan tren penurunan.Â
Pemimpin Perempuan di Indonesia
Walaupun mungkin dibutuhkan pandemi global untuk akhirnya mengakui bakat dan kemampuan unik yang ditawarkan pemimpin perempuan, Indonesia tidak boleh menunggu sampai ada krisis lanjutan untuk memberi perempuan kesempatan untuk memimpin.
Meskipun pernah memiliki presiden perempuan, namun dalam hal kepemimpinan perempuan baik di BUMN maupun perusahaan swasta sangatlah minim. Perempuan Indonesia tidak mendapatkan cukup dorongan dan kesempatan untuk menjadi pemimpin.
Indonesia memiliki 142 BUMN, namun saat ini komposisi perempuan di jajaran petinggi perusahaan BUMN terbilang masih minim sekali. Hal inipun diakui oleh Menteri BUMN Erick Thohir yang pada Januari 2020 lalu telah mencanangkan program untuk menambah porsi pemimpin perempuan di BUMN menjadi 15% mengikuti standard Asia Tenggara.
Ia menilai 15% tersebut sudah cukup untuk saat ini, sebab jika ingin mengikuti standar dunia, porsi perempuan yang menduduki jabatan direksi sebuah BUMN sudah mencapai 30 persen.
Saat ini memang baru sedikit BUMN yang memiliki direksi perempuan. Misalnya saja di bank-bank negara seperti di Bank Mandiri hanya ada 1 dari 12 direktur perempuan yakni Alexandra Askandar yang menjabat Direktur Corporate Banking.
Sementara itu, di PLN ada 2 dari 11 direksi perempuan yakni Direktur Keuangan Sinthya Roesly dan Direktur Human Capital Management Syofvi Felienty Roekman.
Di Telkom juga ada 1 dari 9 Direksi Perempuan, Siti Choiriana selaku Direktur Konsumer, dan di Pertamina ada 2 dari 11 Direksi yaitu Nicke Widyawati yang menjabat Direktur Utama dan Emma Sri Martini Direktur Keuangan.
Selain itu, ada Dwina Septiani Wijaya selaku Direktur Utama dan Winarsih Budiriani sebagai Direktur Keuangan di Peruri.
Di samping perusahaan di atas, peran pemimpin perempuan masih sangat sedikit, bahkan di posisi CEO, Dewan Pengawas ataupun Komisaris BUMN sepertinya jauh lebih sedikit lagi.
Padahal dari contoh bagaimana kemampuan pemimpin dunia di atas, kita lihat bukti bahwa perempuan sangat mampu mengatasi masalah bahkan ketika terjadi krisis.
Â
Advertisement
Penelitian Terkait Kepemimpinan Perempuan
Mari kita lihat beberapa penelitian yang ada terkait kemampuan perempuan dalam memimpin. Krisis keuangan tahun 2008 berikut dampak turutannya adalah akibat dari pengambilan risiko yang tidak bertanggung jawab.
Penelitian pada Journal of Business Ethics menunjukkan bahwa pria lebih rentan mengambil risiko yang lebih tinggi. Meningkatnya perilaku pengambilan risiko kolektif berkontribusi pada krisis, yang merupakan hasil dari tempat kerja yang didominasi pria, yang menghargai prestasi dan kompetisi individu daripada kesejahteraan kolektif.
Penelitian oleh McKinsey, selanjutnya menemukan bahwa perempuan cenderung mengadopsi pendekatan yang lebih relasional terhadap kepemimpinan, yang terbukti kini dimasa pendemi global lebih efektif dalam menangani krisis, dibandingkan dengan gaya kepemimpinan dan kontrol yang lebih tradisional yang biasanya diadopsi oleh pria.
Secara keseluruhan, para pemimpin perempuan mengadopsi gaya relasional ketika memimpin melalui krisis, yang sangat efektif karena mereka fokus pada membangun kepercayaan, mengurangi ketakutan dan mengelola krisis yang ada.
Penelitian di atas juga menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki sekurangnya tiga direksi perempuan, lebih berhasil dalam mengatasi masalah saat dan setelah krisis. Hal ini terkait dengan dimensi utama kepemimpinan yang dibutuhkan saat dan setelah krisis, yaitu kemampuan untuk membimbing dan menginspirasi tindakan, kemampuan yang dominan dimiliki perempuan.
Penelitian lain secara konsisten menemukan bahwa perempuan cenderung mengadopsi gaya kepemimpinan yang lebih transformasional, yang menunjukkan empati, kasih sayang, perhatian, kepedulian, rasa hormat, dan kesetaraan. Sebaliknya, laki-laki memiliki pendekatan yang lebih transaksional, yang mencakup gaya manajemen yang lebih fokus, berorientasi pada pencapaian dan arahan.
Penelitian dari Harvard Business Review (HBR) juga menunjukkan bahwa perempuan dinilai unggul dalam mengambil inisiatif, bertindak dengan ketahanan, mempraktikkan pengembangan diri, mendorong hasil, dan menunjukkan integritas dan kejujuran yang tinggi. Bahkan, perempuan dianggap lebih efektif dalam 84% dari kompetensi kepemimpinan yang paling sering diukur.
Menurut data terbaru HBR pada tahun 2019, pria dinilai lebih baik pada dua kemampuan yaitu "mengembangkan perspektif strategis" dan "keahlian teknis atau profesional," yang merupakan kemampuan yang sama dalam penelitian sebelumnya.
Sementara itu, perempuan unggul dalam 17 dimensi kepemimpinan lainnya. Data ini terus memperkuat pengamatan penelitian sebelumnya, perempuan adalah pemimpin yang sangat kompeten.
Hal yang menahan mereka bukanlah kurangnya kemampuan, tetapi kelangkaan kesempatan. Ketika diberi peluang-peluang itu, perempuan juga cenderung berhasil dalam posisi tingkat yang lebih tinggi daripada pria.
Â
Pentingnya Peningkatan Kesempatan Pemimpin Perempuan Di Indonesia
Berbagai penelitian di atas menunjukkan kepempinan perempuan di Indonesia umumnya dan di BUMN serta perusahaan swasta khususnya, perlu lebih ditingkatkan lagi karena setelah krisis Covid, diperlukan banyak ide-ide baru, solusi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya dan itu bisa dilakukan oleh perempuan dengan lebih baik.
Program Menteri BUMN untuk meningkatkan komposisi perempuan hingga 15% di BUMN perlu didukung dan direalisasikan.
Saat ini Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki empati, kasih sayang, peduli dan perhatian, yang merupakan karakter yang lebih dimiliki oleh perempuan.
Banyak pemimpin negara kini bahkan menetapkan target pemimpin perempuan di Kementrian dan perusahaan BUMN karena pada akhirnya, keberagaman sangatlah diperlukan negara dan perusahaan.
Terlebih lagi keberadaan perempuan di tempat kerja juga menguntungkan perusahaan karena keberagaman tersebut menambah keragaman solusi ketika perusahaan perlu mengambil keputusan.
Kita memerlukan lebih banyak lagi pemimpin perempuan sehingga kita bisa memiliki hasil yang lebih baik lagi seperti halnya kesuksesan pemimpin tujuh negara di atas mengatasi Corona.
Sementara pemimpin perempuan terbukti sangat efektif selama krisis, BUMN tidak harus menunggu sampai gagal, untuk mengundang dan memberi perempuan kesempatan untuk memimpin. Memiliki lebih banyak wanita di posisi kepemimpinan cenderung mencegah kegagalan terjadi sejak awal.
Covid-19, kejatuhan ekonomi dan pergeseran teknologi ke dunia kerja adalah tantangan besar yang kita semua hadapi saat ini. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa menjadi pemimpin yang hebat tapi perempuan terkadang bisa melihat hal-hal dengan pandangan dan solusi yang berbeda.
Sebuah solusi yang saat ini menyelamatkan nyawa masyarakat. Jadi kalau ingin mencari bukti bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin yang hebat, maka tidak perlu mencari jauh-jauh, karena apa yang dilakukan perempuan ketujuh negara di atas dalam hal mengatasi Covid 19 adalah bukti nyata dari kepemimpinan perempuan.
Kita tidak perlu terus mengandalkan satu gaya kepemimpinan, untuk melihat kemampuan kita melalui krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya atau tantangan sehari-hari.
Jika kita ingin bertahan hidup dan akhirnya berkembang dalam keadaan normal yang baru, kita harus memastikan bahwa para pemimpin perempuan mendapat kesempatan lebih besar.
**Penulis adalah Iim Fahima Jachja, Young Global Leader of World Economic Forum dan Founder Queenrides. Queenrides sendiri merupakan online-offline community platform dengan member lebih dari 300.000 perempuan di seluruh Indonesia.
Â
Â
Advertisement