Mark Zuckerberg dkk Bisa Dipenjara Kalau Tak Patuhi Aturan Baru di Inggris

Pejabat Inggris mengatakan, RUU baru diharapkan jadi pemberitahuan bagi para raksasa medsos untuk melakukan apa yang harus dilakukan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 10 Feb 2022, 12:41 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2022, 12:40 WIB
Bos Facebook Mark Zuckerberg Hadapi Sidang Parlemen Eropa
CEO Facebook Mark Zuckerberg memberi keterangan di markas Parlemen Eropa di Brussel, Belgia, Selasa (22/5). Zuckerberg memberi keterangan terkait skandal kebocoran data Facebook. (EBS/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Online Inggris atau Online Safety Bill bakal mengancam bos-bos raksasa media sosial (medsos), seperti Mark Zuckerberg dkk dengan hukuman penjara apabila tidak mematuhinya.

Hal ini seperti dinyatakan oleh Sekretaris Bidang Digital, Kebudayaan, Media, dan Olahraga Inggris, Nadine Dorries. Dia mengatakan, regulasi ini diharapkan membuat raksasa media sosial seperti Facebook untuk bertindak atas konten ilegal di platformnya.

Mengutip Independent, Kamis (10/2/2022), Jumat lalu, RUU ini diperkuat dengan beberapa penambahan pelanggaran pidana baru, yang memaksa perusahaan media sosial bertindak lebih cepat terhadap konten ilegal.

Beberapa pelanggaran tersebut seperti revenge porn, hate crime, penipuan atau fraud, penjualan obat-obatan terlarang atau senjata, promosi atau layanan bunuh diri, penyelundupan manusia, dan eksploitasi seksual.

Menurut aturan baru, kontan-konten terlarang tersebut harus disingkirkan dari platform medsos

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pemberitahuan ke Platform

Dilarang main facebook
Ilustrasi media sosial (Sumber: Pixabay)

Dalam wawancaranya dengan Times Radio, Dorries mendapatkan pertanyaan tentang apakah bos Meta Mark Zuckerberg, bisa dipenjara karena Facebook tidak mematuhinya.

Tanpa ragu, Dorries pun menjawab, "Tentu saja." 

Dorries pun berharap, RUU ini akan menjadi pemberitahuan ke platform online bahwa mereka sudah memberi tahu mengenai regulasi tersebut, sehingga platform harus mulai melakukan apa yang harus dilakukan.

Sementara itu, mengutip Sky News, Andy Burrows, Head of Child Safety Online Policy di National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC) Inggris berpendapat, hal ini bukanlah masalahnya.

"Terlepas dari retorika, proposal pemerintah saat ini berarti bos teknologi tidak akan bertanggung jawab secara pribadi atas efek berbahaya dari algoritme mereka," kata Burrows. 

Klaim Inggris Jadi Tempat Teraman untuk Online

Mengenal Istilah Buzzer
Ilustrasi Media Sosial Credit: pexels.com/pixabay

Menurut Burrows, mereka hanya dapat dituntut karena gagal memberikan informasi kepada regulator. "Jelas kecuali jika RUU Keamanan Daring cukup diperkuat, sanksi pidana menawarkan gonggongan tetapi tidak menggigit," katanya.

Dia menambahkan, anak-anak butuh regulasi yang dirancang dengan baik, yang mengambil pelajaran dari sektor lain, jika RUU tersebut sesuai dengan retorika dan mencegah penyalahgunaan yang sebenarnya bisa dihindari.

Dorries pun mengatakan, pemerintah akan membuat undang-undang untuk menjadikan Inggris sebagai tempat teraman di dunia untuk online, sembari tetap mengabadikan kebebasan berbicara.

"RUU kami yang terdepan di dunia akan melindungi anak-anak dari pelecehan dan bahaya online," klaim Dorries.

"Melindungi yang paling rentan dari mengakses konten berbahaya, serta memastikan tidak ada ruang aman bagi teroris untuk bersembunyi secara daring," imbuhnya.

(Dio/Tin)

Infografis Data Pengguna Facebook Indonesia Bocor

Infografis Data Pengguna Facebook Indonesia Bocor
Infografis Data Pengguna Facebook Indonesia Bocor
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya