Peneliti Indonesia di MIT Kembangkan Tekstil Pintar dengan Machine Learning

Sistem machine learning para peneliti memprediksi gerakan dan pose yoga yang dilakukan oleh seseorang yang berdiri di atas tikar tekstil pintar dengan akurasi sekitar 99 persen.

oleh M Hidayat diperbarui 16 Jul 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2022, 19:00 WIB
Peneliti MIT telah menghasilkan tekstil pintar yang pas dengan tubuh sehingga mereka dapat merasakan postur dan gerakan pemakainya.  Kredit: Irmandy Wicaksono
Peneliti MIT telah menghasilkan tekstil pintar yang pas dengan tubuh sehingga mereka dapat merasakan postur dan gerakan pemakainya. Kredit: Irmandy Wicaksono

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti MIT, salah satunya berasal dari Indonesia, menghasilkan tekstil pintar yang pas dengan tubuh, sehingga mereka dapat merasakan postur dan gerakan pemakainya dengan menggunakan proses fabrikasi baru.

Mereka menggabungkan jenis khusus dari benang plastik dan menggunakan panas untuk sedikit melelehkannya; proses ini disebut thermoforming.

Dengan demikian, para peneliti mampu meningkatkan presisi sensor tekanan yang dijalin ke dalam tekstil rajutan berlapis-lapis, yang mereka sebut 3DKnITS.

Mereka menggunakan proses ini untuk membuat sepatu dan alas pintar, dan kemudian membangun sistem perangkat keras dan perangkat lunak untuk mengukur dan menafsirkan data dari sensor tekanan secara real-time.

Sistem machine learning tekstil para peneliti memprediksi gerakan dan pose yoga yang dilakukan oleh seseorang yang berdiri di atas tikar tekstil pintar dengan akurasi sekitar 99 persen.

"Proses fabrikasi yang memanfaatkan teknologi rajutan digital, memungkinkan pembuatan prototipe secara cepat dan dapat dengan mudah ditingkatkan untuk pembuatan skala besar," kata Irmandy Wicaksono, asisten peneliti di MIT Media Lab dan penulis utama makalah yang mempresentasikan 3DKnITS, dikutip dari rilis pers, Sabtu (16/7/2022).

Teknik ini dapat memiliki banyak aplikasi, terutama dalam perawatan kesehatan dan rehabilitasi. Misalnya, untuk memproduksi sepatu pintar yang melacak gaya berjalan seseorang yang belajar berjalan lagi setelah cedera; atau kaus kaki yang memantau tekanan pada kaki pasien diabetes untuk mencegah borok.

"Dengan rajutan digital, Anda memiliki kebebasan untuk merancang pola Anda sendiri dan juga mengintegrasikan sensor di dalam struktur itu sendiri, sehingga menjadi mulus dan nyaman, dan Anda dapat mengembangkannya berdasarkan bentuk tubuh Anda," tutur Wicaksono.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Mesin Rajut Digital

Untuk menghasilkan tekstil cerdas, para peneliti menggunakan mesin rajut digital yang menyatukan lapisan kain dengan deretan benang standar dan fungsional.

Tekstil rajutan multilapisan terdiri dari dua lapisan rajutan benang konduktif yang diapit di sekitar rajutan piezoresistif, yang mengubah ketahanannya saat diperas.

"Mengikuti pola, mesin menjahit benang fungsional ini ke seluruh tekstil dalam baris horizontal dan vertikal. Di mana serat fungsional berpotongan, mereka menciptakan sensor tekanan," Wicaksono menjelaskan.

Namun, karena benangnya lembut dan lentur, lapisannya bergeser dan bergesekan satu sama lain saat pemakainya bergerak. Ini menghasilkan kebisingan dan menyebabkan variabilitas yang membuat sensor tekanan kurang akurat.

 

Pengalaman di Shenzen

Wicaksono menemukan solusi untuk masalah ini saat bekerja di sebuah pabrik rajut di Shenzhen, Tiongkok. Saat itu dia menghabiskan satu bulan belajar memprogram dan memelihara mesin rajut digital.

Dia menyaksikan para pekerja membuat sepatu kets menggunakan benang termoplastik yang akan mulai meleleh jika dipanaskan di atas 70 derajat Celcius, yang sedikit mengeraskan tekstil, sehingga dapat mempertahankan bentuk yang tepat.

Dia memutuskan untuk mencoba menggabungkan serat leleh dan thermoforming ke dalam proses fabrikasi tekstil pintar.

"Termoforming benar-benar memecahkan masalah kebisingan karena mengeraskan tekstil multilapisan menjadi satu lapisan dengan meremas dan melelehkan seluruh kain menjadi satu, yang meningkatkan akurasi. Thermoforming juga memungkinkan kami membuat bentuk 3D, seperti kaus kaki atau sepatu, yang benar-benar sesuai dengan ukuran dan bentuk pengguna yang tepat,” kata Wicaksono.

Rancang Sirikuit Nirkabel

Setelah menyempurnakan proses fabrikasi, Wicaksono membutuhkan sistem untuk memproses data sensor tekanan secara akurat. Karena kain dirajut sebagai kisi, ia membuat sirkuit nirkabel yang memindai baris dan kolom pada tekstil dan mengukur hambatan di setiap titik.

Dia merancang sirkuit ini untuk mengatasi artefak yang disebabkan oleh ambiguitas "bayangan", yang terjadi ketika pengguna memberikan tekanan pada dua atau lebih titik terpisah secara bersamaan.

Terinspirasi oleh teknik deep learning untuk klasifikasi gambar, Wicaksono merancang sistem yang menampilkan data sensor tekanan sebagai peta panas. Gambar-gambar itu diumpankan ke model machine learning, yang dilatih untuk mendeteksi postur, pose, atau gerakan pengguna berdasarkan gambar peta panas.

Penulisan makalah ini juga melibatkan undergraduate students di MIT yakni Peter G. Hwang, Samir Droubi, dan Allison N. Serio melalui Undergraduate Research Opportunities Program; serta Franny Xi Wu, lulusan Wellesley College; Wei Yan, asisten profesor di Nanyang Technological University; penulis senior Joseph A. Paradiso, profesor dan direktur di Responsive Environments di MITI Media Lab.

Infografis: 14 Layanan Publik Komersial Yang Wajib Bayar Royalti Lagu (Liputan6.com / Abdillah)

Infografis: 14 Layanan Publik Komersial Yang Wajib Bayar Royalti Lagu (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: 14 Layanan Publik Komersial Yang Wajib Bayar Royalti Lagu (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya