Liputan6.com, Jakarta - Pengamat keamanan siber, Alfons Tanujaya, menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut Bjorka tidak memiliki kemampuan dalam membobol data.
Menurut Alfons, dalam kasus dugaan peretasan, yang perlu diperhatikan bukanlah seberapa jago kemampuan si hacker dalam meretas data. "Kita di sini kan bukan bicara hacker ngadu jago. Karena di atas langit pasti ada langit," tutur Alfons, dihubungi Tekno Liputan6.com, Rabu (14/9/2022).
Baca Juga
Alfons mengatakan, yang seharusnya jadi perhatian adalah bagaimana data-data bisa dieksploitasi, bukan sistem canggih mana yang diretas.
Advertisement
Alfons pun mencontohkan, dari data yang dianggap biasa-biasa saja, seorang tokoh publik harus menon-aktifkan akun WhatsApp-nya.
"Tanyakan ke Cak Imin, apakah ini serius atau tidak. Bagaimana pun, ini jelas mengganggu aktivitas," ujar Alfons, bicara mengenai dampak eksploitasi data terhadap korbannya.
"Apalagi kalau sampai harus mengganti nomor telepon yang selama ini digunakan karena dibocorkan ke publik. Jadi, data bocor itu bukan masalah canggih-canggihan sistem yang dibobol, tetapi bagaimana memanfaatkan data yang bocor itu dan eksploitasinya," kata Alfons, menegaskan.
Lebih lanjut, pendiri Vaksincom ini mengatakan, jika bicara adu kecanggihan kemampuan, hal tersebut tidaklah relevan dalam penanganan dugaan kebocoran data.
Bjorka adalah Kelompok Hacker Asal Indonesia?
Sementara itu, Pengamat Keamanan Siber dari CISRECC Pratama Persadha, menyebutkan Bjorka kemungkinan adalah kelompok hacker dan bukan ulah perseorangan. Di mana, di anggota kelompok memiliki keahlian masing-masing.
"Bjorka ini menurut saya ada satu grup, mereka ada yang bisa melakukan peretasan, ada yang menerima setoran data-data yang bocor, dan ada yang berperan menjual atau mempublikasikan di media sosial," tutur Pratama.
Di sisi lain, Alfons juga menanggapi banyaknya pihak yang menyebut kemungkinan hacker Bjorka adalah orang Indonesia.
Menurut Alfons, Bjorka memang terlihat mendalami isu-isu yang terjadi di Indonesia. Namun hal tersebut tidak menjamin bahwa Bjorka adalah orang Indonesia.
"Bisa saja akunnya dipinjamkan ke orang Indonesia, atau teknik lainnya," ujar Alfons.
Advertisement
Mahfud Bilang Bjorka Tak Punya Kemampuan Retas
Sebelumnya dalam konferensi pers, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa data yang dibocorkan dalam kasus Bjorka, bukanlah data yang bersifat rahasia negara.
Bahkan, Mahfud juga membandingkan situasi yang terjadi hari ini dengan kejadian Wikileaks yang terjadi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Sampai detik ini, belum ada rahasia negara yang bocor," kata Mahfud dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (14/9/2022), seperti juga disiarkan di YouTube Kemenko Polhukam RI.
Menurut Mahfud, insiden Wikileaks di masa pemerintahan SBY, membuat pembicaraan telepon presiden dengan Perdana Menteri Australia tersebar.
"Yang ini tidak ada. Ini cuma data-data umum yang sifatnya sebenarnya perihal surat ini, perihal surat itu, isinya sampai detik ini belum ada yang dibobol," imbuh Mahfud.
Selain itu kata Mahfud, motif dari pembocor data dalam kasus ini juga "gado-gado."
"Ada yang motif politik, motif ekonomi, motif jual beli, dan sebagainya. Motif-motif kayak gitu tidak ada yang terlalu membahayakan," kata Mahfud menambahkan.
"Dari hasil kesimpulan tadi, apa yang disebut Bjorka ini tidak punya keahlian atau kemampuan membobol yang sungguh-sungguh," ujar Mahfud MD menambahkan.
(Tin/Ysl)