Darurat Kekeringan, Petani di Grobogan Jual Tanah Urukan Sawah

Kekeringan mengakibatkan para petani terpaksa mencongkeli sawahnya yang kering untuk dijual sebagai tanah uruk.

oleh Liputan6 diperbarui 01 Agu 2015, 13:03 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2015, 13:03 WIB
20150801-Kekeringan-Grobogan
Kekeringan mengakibatkan para petani terpaksa mencongkeli sawahnya yang kering untuk dijual sebagai tanah uruk.

Liputan6.com, Sleman - Kesulitan air akibat kemarau berkepanjangan dirasakan warga di lereng Merapi. Warga harus berjalan jauh untuk mencari air bersih.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Sabtu (1/8/2015), warga di lereng Merapi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta di musim kemarau berkepanjangan ini harus berjalan hingga berkilo-kilometer untuk mendapatkan air bersih dari bak penampungan air terdekat.

Tidak hanya sekali, dalam sehari mereka bisa 4 hingga 5 kali ke bak penampungan agar semua kebutuhan air sehari-hari terpenuhi.

Di Salatiga, warga Kumpul Rejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Jawa Tengah juga harus mengantre dengan puluhan jeriken di saluran pipa air yang dialirkan dari sumber air.

Puluhan jeriken air diletakkan dipinggir jalan untuk mengantre air bersih dari saluran pipa air yang dialirkan dari sumber air ke rumah warga.

Jika tidak sabar antre jeriken, warga terpaksa mengambil di sumur warga yang masih mengalir, itupun juga harus mengantre lebih dari 2 jam dan jarak tempuh 1 km dari rumah warga.

Krisis air bersih sudah menjadi bencana tahunan bagi warga Kumpul Rejo. Janji Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membuat embung dan saluran air hingga kini belum terwujud.

Petani Congkel Sawah

Sementara di Grobogan, Jawa Tengah, kekeringan mengakibatkan para petani terpaksa mencongkeli sawahnya yang kering untuk dijual sebagai tanah uruk.

Kekeringan tidak hanya mengakibatkan krisis air bersih, tapi juga berimbas pada petani karena sawahnya tidak bisa ditanami sama sekali akibat kondisi tanah yang tidak pernah diguyur hujan.

Demi mencukupi kebutuhan hidup, sebagian petani memilih untuk menjual bongkahan tanah sawah. Bongkahan tanah sawah tersebut dijual Rp 80 ribu per 1 truk engkel.

Di Garut, akibat dampak kekeringan, ikan-ikan mati mendadak setelah Sungai Cimanuk surut pada Sabtu pagi 31 Juli 2015. Diduga ikan-ikan tersebut mati lantaran dampak kemarau panjang.

Ikan-ikan yang merupakan habitat asli Sungai Cimanuk ini sebagian bahkan sudah membusuk.

Selain mengalami kekeringan, surutnya debit air Bendung Copong juga berakibat kepada lahan pertanian warga yang gagal panen. Pihak Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura mencatat sudah ada 400 hektare lebih lahan sawah yang gagal panen atau puso.

Dampak El Nino juga kian meresahkan warga Pulau Battoa di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Mereka harus berjalan kaki naik turun bukit hingga 1 km lebih demi berburuh air bersih.

Sumur-sumur di sekitar rumah mereka yang selama ini menjadi sumber air kini kering kerontang. Warga kini hanya mengandalkan sebuah sumur tua satu-satunya yang ada di dusun mereka yang kini masih berisi air.

Darurat Kekeringan Provinsi Jambi

Provinsi Jambi menetapkan darurat kekeringan. Tercatat 8 kabupaten dan kota dari 11 kabupaten dan kota di Provinsi ini mengalami kekeringan.

Rata-rata di Provinsi Jambi, hujan tidak turun antara 1 sampai 2 bulan. Puluhan hektare padi puso dan tidak ada harapan untuk hidup lagi karena air sudah tidak ada.

Kondisi yang sama di wilayah lain, seperti di Kenali Asam, Jambi, warga harus berjalan kaki 2 km untuk mendapatkan sebaskom air, itupun airnya keruh dan berbau.

Kekeringan paling parah terjadi di Kabupaten Merangin dan Kota Jambi. (Nda/Mvi)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya