Menkeu Wajib Buat Kajian Pemisahan Ditjen Pajak dan Bea Cukai

Tujuan pemisahan direktorat jenderal pajak (DJP) dan direktorat jenderal bea cukai (DJBC) untuk mencapai target penerimaan negara.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Jul 2014, 21:05 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2014, 21:05 WIB
Armida
(foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana Pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan sudah lama santer terdengar. Namun baik Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri maupun pimpinan dua unit kerja itu selalu membantahnya.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN), Armida Alisjahbana membeberkan salah satu target aksi Menkeu yang harus dalam 100 hari terakhir ini adalah menyusun kajian dan peta jalan sebagai landasan pembentukan Badan Penerimaan Negara.

"Itu tugas dari Pak Menkeu, apa mau spin off (memisahkan) DJP dan DJBC menjadi badan sendiri tapi tetap ada koordinasi atau seperti apa. Karena memang konteksnya adalah perencanaan dan penganggaran fiskal, salah satunya penerimaan pajak, bea cukai dan non pajak," ujar Armida di Jakarta, Rabu (23/7/2014).

Kata Armida, kajian dan peta jalan tersebut  ditargetkan rampung pada 10 Oktober 2014 dan akan disampaikan kepada pemerintahan baru. "Jadi bukan pemerintahan sekarang, karena tujuannya supaya efektif mencapai target penerimaan negara," ucap dia.

Dia menyoroti, salah satu janji calon presiden (capres) dalam kampanye beberapa bulan lalu menargetkan kenaikan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 16 persen. Padahal posisi saat ini, rasio pajak Indonesia masih betah 12 persen.

"Sekian tahun rasio pajak kita nggak pernah lebih dari 12 persen dari PDB. Dalam rancangan teknokratik saja, targetnya 14 persen. Jadi kalau capres tetap bilang 16 persen, maka ini (pemisahan) jadi konsekuensi logis untuk mencapai 14 persen, apalagi 16 persen," tegas Armida.

Selain itu, Armida mengaku, Menkeu Chatib Basri mempunyai target aksi lain yang harus diselesaikan dalam program 100 hari terakhir. Antara lain, pertama, terselesaikan penelusuran aset kredit eks BPPN agar penyajian dalam LKPP menjadi wajar. Deadline selesai 10 Oktober 2014.

Kedua, terbitnya revisi PP Nomor 57 Tahun 2007 untuk menyesuaikan dengan adanya UU Nomor 4 Tahun 2011 sehingga memungkinkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1:50.000, termasuk data informasi geospasial dan non informasi geospasial lain menjadi nihil. Rampung diperkirakan pada 15 Agustus 2014.

Ketiga, terbitnya PP tentang Pengelolaan Anggaran dan Keuangan Desa sebagai turunan dari UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada 15 September 2014. Ini harus selesai pada 17 September ini. Dan keempat, terbitnya PP tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Pejabat Negara yang akan dituntaskan pada 10 Oktober 2014. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya