Liputan6.com, Jakarta - Dirjen KP3K Sudirman Saad: Asing Dilarang Beli Pulau, Hanya Boleh Sewa
Nurseffi Dwi Wahyuni
Kabar mengejutkan muncul dari sebuah situs khusus penjualan pulau-pulau pribadi dan pantai pribadi, privateislandonline.com. Pada akhir Agustus lalu, situs itu menggegerkan dunia dengan mengumumkan iklan penjualan dua pulau cantik di Indonesia yaitu Pulau Kiluan, Lampung dan Pulau Kumbang, Sumatera Barat.
Advertisement
Pulau Kiluan, sebuah pulau kecil yang jadi habitat lumba-lumba terbesar di dunia ini, dibanderol dengan harga mulai US$ 300 ribu atau sekitar Rp 3,5 miliar. Adapun total lahan yang akan ditawarkan seluas lima hektare atau 50 ribu meter persegi.
Sedangkan Pulau Kumbang adalah pulau terpencil yang dikelilingi pohon kelapa dan pasir putih itu dibanderol dengan harga Rp 2 miliar.
Pulau ini memiliki lokasi yang ideal untuk mengembangkan sebuah resort pribadi atau bisnis diving dan berbagai kegiatan rekreasi seperti jelajah kawasan mangrove.
Lalu bagaimana tanggapan pemerintah terkait kabar penjualan ke dua pulau pribadi tersebut? Berikut petikan hasil wawancara Nurseffi Dwi Wahyuni dan Dono Kuncoro dari Liputan6.com dengan Dirjen Kepulauan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Sudirman Saad di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan:
Bagaimana tanggapan Anda soal kabar penjualan Pulau Kiluan dan Pulau Kumbang?
Saya anggap itu seperti gosip di infotaiment. Jadi heboh tapi sebetulnya tidak ada apa-apanya. Kenyataannya tidak mungkin terjadi transaksi jual beli pulau dengan hak atas tanah karena hukum pertanahan di Indonesia tidak memungkinkan.
Orang asing maksimal bisa punya hak pakai atau hak sewa. Dan sebetulnya kalau dicermati dalam iklan online tersebut, itu sudah jelas bahwa itu penyewaan.
Jadi sama halnya dengan Hotel Four Seasons dan Grand Hyatt di Jakarta itu asing semua. Mereka tidak akan membawa kavling-kavling tanah di Indonesia ke luar. Itu tidak akan mengganggu kedaulatan kita.
Begitu juga sama dengan pulau kecil, mereka akan sewa tanah seperti di Raja Ampat, bule-bule sudah ada yang melakukan penyewaan ke penduduk.
Terakhir, ada pengusaha dari Turki yang sewa ke masyarakat adat selama 30 tahun. Mereka bikin bangunan-bangunan artistektur Manado dengan bahan baku dari kayu dan lokal semua. Dia berinteraksi dengan masyarakat Papua tidak ada masalah.
Kalau kita mau belajar dari negara kecil, Maladewa. Itu pulau kecil yang 90 persen penduduknya muslim dan 100 persen pulau itu dikelola asing. Bahkan bandara di sana itu dikelola perusahaan India, tapi mereka tidak teriak-teriak kalau mereka kehilangan nasionalisme.
Di setiap atol (pulau karang) hanya boleh dibangun 30 persen, selebihnya harus dikonservasi. Jadi pemerintah Maladewa membuat masterplan besar atau blueprint tiap-tiap atol kemudian diundang tender internasional, siapa perusahaan yang akan masuk diberi insentif.
Investasi pertama misalnya 50 tahun, lalu kalau saat mengelola perusahaan itu melibatkan dengan mempekerjakan masyarakat local maka diberi insentif, misalnya dengan menambah kontraknya lima tahun.
Tak hanya itu, negara juga punya kepastian penerimaan. Misalnya, kalau bangun hotel dengan 100 kamar, maka pajaknya ke negara 10 perak per kamar. Isi atau tidak isi kamar itu, setpran ke negara tetap 10 perak dikalikan 100 kamar sehingga pendapatannya stabil.
Kalau di Indonesia itu mengacu pada tingkat okupasi. Pengusaha hotel bikin double pembukuan, ada yang riil, ada yang untuk pajak. Di sana tidak, pemerintah terima bersih, diasumsikan 100 persen terpakai.
Jadi pulau terkecil dan terluar itu dilarang dijual tapi boleh disewakan?
Kalau menjual dalam artian sewa boleh, tapi menjual satu pulau dengan kepemilikan tanah itu tidak memungkinkan. Undang-undang (UU) Agraria menyatakan hak milik atas tanah hanya boleh dimiliki Warga Negara Indonesia dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia.
PT swasta juga tidak mempunya hak. Yang boleh dimiliki PT di Indonesia itu hak guna bangunan atau hak guna usaha. Sedangkan orang asing hanya boleh pakai hak sewa bangunan, jadi tidak ada transaksi jual beli dengan status peralihan hak milik atas tanah, hak guna banunan atas tanah, yang ada hanya sewa
Jadi Indonesia tidak ada jual beli pulau, yang boleh sewa menyewa pulau.
Berapa waktu sewa paling lama?
Itu tergantung perjanjian dua belah pihak. Pulau yang disewa bisa yang dimiliki negara atau yang perorangan. Tergantung dealnya antara si pemilik pulau dengan mitra sewa.
Di Papua, sewa 30 tahun tapi pembayaraannya tidak di depan 30 tahun semua lunas karena kita harus melindungi masyarakat kita. Jadi dibayar tiap tahun, uang sewa disesuaikan dengan kondisi tiap tahun.
Kalau dibayar di depan rugi karena 20 tahun lagi harganya mahal, inflasi tinggi. Lagipula kalau dibayar full di depan, nantinya dipakai buat hal-hal yang tidak positif, malah bisa jatuh miskin. Jadi kami mengatur melalui pemerintah daerah, boleh sewa 30 tahun tapi bayarnya tiap tahun.
Bagaimana cara pemerintah mengawasi 17.504 pulau yang ada di Indonesia?
Pengawasan masyarakat paling efektif. Di Kementerian Kelautan Perikanan, kami membangun sistem pengawasan berbasis masyarakat. Jadi masyarakat pulau kecil dibina dari sisi ekonomi, sosial, politik, dan nasionalisme. Dengan pembinaan itu, kita berharap mereka jadi penjaga pulau-pulau kecil kita.
Angkatan laut juga harus diperkuat. Meski kami sadari kekuatan armada kapal laut dikelola TNIÂ kita sangat terbatas. Kapal pengawasan dari KKP juga terbatas, bahkan meski ada kapalnya tapi BBM tidak sampai 365 hari dalam setahun. Itu adahal hal-hal yang harus ditingkatkan.
Untuk itu, KKP sangat gembira dengan Presiden dan Wakil Presiden baru kita yang punya prioritas ke laut.
Menurut Anda, pengamanan seperti apa yang paling tepat untuk melindungi pulau kecil dan terluar?
Yang sudah kami buat, kalau punya nilai ekonomi maka kita undang investasi masuk sambil dikawal TNI. Contohnya di Pulau Nipa.
Kalau pulau kosong dan tidak ada nilai ekonominya seperti Pulau Rondo di Aceh, penghuninya hanya tentara dan monyet. Di Pulau Pani, itu sangat jauh dari ibukota Raja Ampat perlu dua hari lagi untuk menuju ke sana, di situ marinir karena banyak pohon dan tidak banyak binatang. Kami bangun air bersih, fasilitas lain juga dibangun. Mereka diberi insentif karena bertugas di daerah perbatasan
Kemudian 92 pulau kecil terluar kita, itu hanya 1-2 pulau yang punya nilai ekonomi dan itu cuma yang berbatasan dengan Singapura. Daerah perbatasan kita dibanding negara lain kecuali Singapura dan sedikit Malaysia, itu lebih hebat.
Apa hebatnya?
Tingkat pendidikannya lebih tinggi. Cobalah pergi ke perbataran Papua Nugini dengan Indonesia, itu jauh sekali bedanya. Masyarakat kita lebih terdidik. Kelihatan dari fasilitas yang sudah kita bangun seperti jalan, listrik, air bersih, rumah-rumah mereka juga menunjukkan ada tingkat kesejahteraan yang lebih dibanding negara tetangga. Makanya sering terjadi perang suku di perbatasan salah satunya karena kesenjangan. Di Timor Leste juga gitu.
 Dari pulau yang ada di Indonesia, berapa banyak yang sudah menjadi milik pribadi?
Agak sulit mendeteksinya, itu harusnya di pertanahan karena yang mengeluarkan sertifikat hak milik itu ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setahu saya, kebijakan di BPN untuk pulau terkecil dengan ukuran tertentu tidak boleh satu pulau dikuasai satu orang, minimal dua orang.
Selama menjadi Dirjen KP3K, program apa yang Anda anggap paling berhasil?
Untuk pulau kecil, ada beberapa pulau yang akhirnya bisa dimanfaatkan setelah sekian tahun kita garap, itu tidaklah mudah. Contoh Pulau Nipa, dengan segala problematika yang kita hadapi, kita berhasil melewati itu. Sehingga pulau yang punya luas tidak sampai 50 hektare itu bisa mengundang investor dan menarik investasi masuk Rp 5 triliun, pemasukan ke negara Rp 3 triliun dan itu belum asset yang kembali ke negara setelah kontrak berakhir senilai Rp 1,5 triliun.
Lalu dalam lima tahun saya di KP3K, 13.466 pulau yang sudah terdaftar di kantor Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York. Kemudian saat ini ketertarikan pengusaha-pengusaha lokal kita sudah mulai banyak.
Setidaknya beberapa pulau yang tadinya tidak punya nilai ekonomi sekarang suadh terlihat, misalnya Pulau Pari di Kepulauan Seribu. Dulu hanya pulau berpenduduk, sekarang sudah berkembang ada resort yang sangat bagus, kurang lebih seperti Maladewa skala kecil. Kemudian Raja Amoat, Wakatobi dan Pulau Komodo itu luar biasa.
Jadi dalam destinasi wisata pulau kecil berkembang signifikan. Ini bukan hanya hasil kerja keras KP3K, itu terutama bisa diwujudkan berkat keseriusan pemerintah daerah (pemda), lalu dukungan instansi lain seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sangat gencar dorong destinasi wisata baru.
Kementerian ESDM juga member bantuan-bantuan untuk energi baru terbarukan di pulau kecil. Air bersih juga itu support dari teman-teman lintas sektoral.
Terakhir, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga akan menjadikan pulau kecil sebagai prioritas sehingga akan dibangun pelabuhan kecil. Selama ini Kemenhub akui masih konsen di pelabuhan besar, dengan adanya komunikasi yang instens dilakukan mereka perlahan akan masuk sehingga saya optimistis dengan pemerintahan baru yang memang dari awal sudah gelorakan maritim.
Ini mudah-mudahan dengan political will yang sangat kuat dari presiden baru pulau kecil kita tidak hanya menjadi halaman belakang, tapi menjadi halaman depan. Tidak menjadi tempat terpencil, tapi justru menjadi tempat oran-orang Indonesia dan mancanegara merindukan ke situ karena pulaunya yang bagus, fasilitasnya yang cukup memadai, dan masyarakatnya sejahtera. Itu harapan kita. (Ndw)