RI Bantah Jadi Penghasil Emisi Terbesar Ketiga Co2

Indonesia kini bisa memantau tingkat karbondioksida melalui Stasiun GAW di Palu Sulawesi Tengah.

oleh Nurmayanti diperbarui 02 Nov 2014, 14:55 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2014, 14:55 WIB
Gumpalan awan cumulus nimbus (CB) menggantung diatas wilayah selatan Surabaya,Kamis (25/3). BMKG Surabaya memberikan peringatan cuaca buruk untuk Surabaya dan sebagian wilayah Jatim.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kini memiliki Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) yang memantau tingkat kadar karbondioksida (Co2) dan gas rumah kaca lainnya dengan tingkat akurasi yang tinggi terletak di Palu, Sulawesi Tengah.

Pembangunan stasiun ini dikerjakan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) didukung World Meteorological Organization (WMO) dan merupakan stasiun pengamatan atmosphere kedua setelah GAW Kota Tabang, Sumatera Barat.

"Saat ini, stasiun GWA telah berkembang menjadi pusat penelitian yang unggul untuk pemantauan dan penelitian atmosfer," kata Mangasa Naibaho, Kepala Bidang Informasi Kualitas Udara BMKG di Jakarta, Minggu (2/11/2014).

Dia menuturkan, data dari stasiun Bukit Koto Tabang telah sangat berguna sebagai referensi di seluruh dunia serta untuk negosiasi praktis perubahan iklim.

Salah satu penggunaan yang menonjol dari data tersebut merupakan acuan utama untuk menyangkal tuduhan bahwa Indonesia sebagai penghasil emisi terbesar ketiga Co2. Tuduhan Wetland International, yang pertama kali diumumkan selama UNFCCC COP12 di Nairobi 2006 bahwa sebagian besar perhitungan/estimasi gross dari jumlah Co2 adalah emisi dari Indonesia.

Menurutnya, estimasi itu telah ditolak dengan bukti yang kuat dari pengukuran Co2 di Bukit Koto Tabang yang menunjukkan sebaliknya.

"Jika emisi Co2 dari Indonesia terlalu besar untuk menjadi ketiga terbesar, maka situasinya benar-benar akan tercermin dari konsentrasi Co2 yang dimonitor setiap tempat di seluruh negeri atau hanya konsentrasi Co2 yang diukur pada Bukit Koto Tabang akan berada di atas rata-rata dunia," terangnya.

Terkait dengan implikasi dari laporan IPCC, yang juga menjadi mitigasi perubahan iklim dan pemanasan global, ada dua parameter yang sangat penting untuk berhati-hati.

Pertama, tingkat kenaikan suhu permukaan bumi dan kedua adalah tingkat kenaikan konsentrasi gas rumah kaca terutama Co2.

Untuk kedua parameter yang disebutkan, suhu agak mudah diperoleh karena ada banyak stasiun pengamatan di seluruh dunia yang memantau itu. Di sisi lain, tingkat konsentrasi Co2 global jarang tersedia karena terbatasnya jumlah pengamatan.

Di seluruh dunia saat ini, ada sekitar 33 stasiun Pemantau Atmosfer Global (Global Atmosphere Watch) yang memantau tingkat CO2 dan gas rumah kaca lainnya dengan tingkat akurasi yang tinggi yang didukung World Meteorological Organization (WMO).

Menyadari pentingnya stasiun GAW untuk mitigasi perubahan iklim dan pembicaraan negosiasi iklim, BMKG mengusulkan untuk menambah jumlah stasiun pengamatan untuk mencakup bagian lain dari lingkup maritim Indonesia. (Nrm)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya