Pedagang: Tak Semua Baju Bekas Berbakteri dan Berbahaya

Meski dilarang, sejumlah pedagang tetap akan berjualan baju bekas.

oleh Dio Pratama diperbarui 12 Feb 2015, 17:21 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2015, 17:21 WIB
Pakaian Bekas di Palu
Pakaian Bekas di Palu

Liputan6.com, Palu - Meskipun mendapat larangan dari pemerintah, sejumlah pedagang baju bekas di Palu, Sulawesi Tengah, tetap akan berjualan.

"Bukan tidak mau mendengar larangan pemerintah. Hanya saja, kalau kami dilarang, kami mau kerja apa lagi," kata salah satu pedagang, Taufik (34), kepada Liputan6.com di Palu, Kamis (12/2/2015).

Menurut dia, larangan pemerintah yang melarang penjualan dan impor pakaian bekas tidak mendasar. Pasalnya, tidak semua baju bekas yang diperdagangkan di Tanah Air terkhusus di Palu mengandung bakteri yang berbahaya.

"Kalau mengandung bakteri, pasti saya dan keluarga yang duluan merasakan, karena sehari-hari kami berurusan dengan baju bekas. Apalagi kan sampai saat ini pemerintah belum ada menemukan baju bekas yang mengandung bakteri," imbuh Taufik yang mengaku, sudah 6 tahun menggeluti usaha pakaian bekas.

Sementara itu, pedagang lainnya Amarta (48) mengatakan, jika pemerintah ingin benar-benar melarang pedagang untuk menjual baju bekas. Pemerintah, lanjutnya, harus menyediakan lapangan kerja baru dan layak untuk para pedagang.

"Kalau tidak ada percuma kami harus berhenti," kata Amarta.

Sejauh ini, penjualan pakaian bekas di Palu yang dominan berasal dari Korea Selatan itu sangat diminati konsumen, khususnya konsumen dari kalangan menengah kevbawah. Betapa tidak, harga pakaian bekas itu sangat-sangat terjangkau.

"Harga baju bekas sebenarnya bervariasi, namun memang harganya sangat murah. Karena mulai dari harga termurah Rp 1.500 hingga harga termahal Rp 250 ribu," tandas Amarta. (Dio/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya