Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap membahas dan menyusun Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) untuk disahkan menjadi UU. UU tersebut mendesak diperlukan untuk mencegah maupun upaya penyelamatan sistem keuangan Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah sudah mempunyai krisis manajemen protokol yang akan menjadi dasar dalam penetapan status sistem keuangan Indonesia. Dia menyebut, ada status waspada, aman dan krisis serta upaya penyelesaiannya.
"Saya belum akan membahas isi dari RUU JPSK, tapi penentuan lembaga keuangan atau bank yang berdampak sistemik tidak akan dilakukan pada saat krisis. Tapi jauh-jauh hari saat kondisi sedang normal sekalipun," tegas dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (7/7/2015).
Pemerintah, tambah Bambang, sudah mempunyai kategori atau indikator perbankan mana saja yang masuk dalam sistematically important bank. Artinya masalah bukan ada di perbankan, namun karena besarnya aset bank yang bisa berdampak sistemik.
"Sistemik dilihat dari konsep dasarnya bukan dari kondisinya. Juga kalau misalnya besok krisis, maka RUU yang tadi dimajukan menjadi Perppu. Dan sampai saat ini kita masih fokus pada bank-bank saja," ujarnya.
RUU JPSK, dikatakan Bambang, memberi kepastian hukum bagi setiap pengambil kebijakan untuk penyelamatan sistem keuangan Indonesia. Selama ini, diakuinya, belum ada landasan hukum yang utuh karena masing-masing regulator mempunyai UU seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Jadi setiap langkah dan tindakan langsung jelas. Kenapa lakukan ini itu, ada landasan hukumnya. Jadi clear, dia melakukannya bukan untuk kepentingan pribadi, golongan atau lainnya. Nanti F pada FKSSK akan berganti Komite yang bisa mengambil keputusan, apakah kondisi ini krisis, adakah bank yang diselamatkan, dan lainnya," jelas Bambang.(Fik/Ndw)
Energi & Tambang