Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengakui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan langkah terakhir perusahaan sebagai bentuk efisiensi saat segala upaya sudah menemui jalan buntu untuk menyelamatkan bisnis. Sebagian besar pengusaha mengharapkan peningkatan kesejahteraan buruh, bukan dengan PHK.
"Sebagai manusia, kalau mem-PHK itu paling sedih. Bukan sesuatu yang bisa dibanggakan tapi PHK adalah tindakan yang paling dihindari. Pengusaha tidak akan ambil tindakan itu paling awal," ujar Ketua APINDO, Anton J Supit di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Katanya, langkah mengencangkan ikat pinggang atau efisiensi di perusahaan bukan langsung dengan PHK. Melainkan mengurangi lembur dan terpaksa merumahkan karyawan apabila kondisi keuangan perusahaan sudah parah. "Jadi PHK itu kalau betul-betul sudah parah," terangnya.
Advertisement
Dia bilang, pengusaha sangat memikirkan nasib para pekerjanya, sehingga dalam komponen upah setiap bulan selain gaji pokok, ada jaminan kesehatan, tunjangan, uang lembur dan sebagainya.
"Kita juga tidak sampai hati PHK, karena buruh punya anak yang masih harus dibiayai sekolahnya. Mereka memang kaum marjinal dan perlu diperbaiki kesejahteraannya tapi daya dukung ekonomi kita harusnya juga ditingkatkan," papar dia.
Anton pun tak terima jika upah minimum buruh disebut-sebut lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia bilang, upah minimum tahun lalu sebesar Rp 2,4 juta sebulan lebih tinggi dibanding PNS golongan 3D tapi lebih rendah dari pangkat 3C.
"Jadi kalau Sarjana mau melamar PNS, gaji pokok mereka di bawah upah buruh. Apalagi golongan bawah PNS cuma nerima Rp 1 juta per bulan. Itu artinya ada ketimpangan daya dukung ekonomi, tapi tetap saja yang ramai diberitakan buruh karena isunya politis," tandas dia. (Fik/Zul)