Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia mengharapkan kepastian tentang rencana kenaikan tingkat suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed demi stabilitas mata uang rupiah. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro saat menghadiri Konferensi Kelompok Negara G-20 di Peru baru-baru ini.
Bambang mengatakan, dalam pertemuan antara para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara-negara perekonomian terbesar ini, ada beberapa pokok pembahasan, salah satunya mengenai perlambatan ekonomi di China.
"Kondisi ekonomi dunia dianggap berisiko besar karena gejolak ekonomi di China terkait dengan mata uang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi," ujar dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Konferensi dunia ini, kata Bambang, juga menyoroti gejolak ekonomi di China, Brazil dan Turki. Lanjutnya, tiga negara tersebut dinilai mempunyai risiko signifikan.
"Sedangkan untuk negara maju, konsen mengenai kenaikan suku bunga ASÂ masih mengemuka. Sebagian ingin kepastian dan sebagian lagi minta ditunda dulu," paparnya.
Bagi Indonesia, dia bilang, paling penting ada kepastian mengenai rencana tersebut sehingga membantu meredam volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar ASÂ yang sudah terjadi cukup parah sejak tahun lalu.
"Buat kita sebenarnya kepastian lebih penting karena itu bisa meredan gejolak rupiah," ujar dia.
Di sisi lain, Bambang mengaku, surplus neraca perdagangan September sebesar US$ 1,02 miliar sangat menopang potensi penguatan nilai tukar rupiah berlanjut.
"Surplus ini menunjang untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan berpotensi untuk penguatan mata uang," tandasnya. (Fik/Gdn)
Â