Buruh Tangerang Tolak Formula Kenaikan Upah Pemerintah

Paket kebijakan ekonomi Jilid IV akan membuat pengusaha lebih mudah untuk memberikan upah murah.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 17 Okt 2015, 16:28 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2015, 16:28 WIB
20151015-Ribuan Buruh Kepung Istana Tolak Kebijakan Ekonomi Jilid IV -Jakarta
Buruh meneriakkan orasi mereka saat unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/10). Aksi para buruh ini untuk menyatakan penolakan mereka terhadap paket kebijakan ekonomi jilid IV. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Tangerang menentang paket kebijakan ekonomi jilid IV yang dikeluarkan oleh pemerintah pada Kamis (15/10/2015) kemarin. Poin paket kebijakan ekonomi Jilid IV yang ditentang oleh para buruh adalah mengenai formula baru perhitungan kenaikan upah setiap tahunnya yang hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Kebijakan ini jelas menghilangkan peran serikat pekerja untuk negosiasi upah minimum. Pemerintah ingin kembali kepada kebijakan upah murah," kata Wakil Ketua DPC KSPSI Kabupaten Tangerang, Suherman, Sabtu (17/10/2015).

Dirinya menilai, paket kebijakan ekonomi Jilid IV tersebut malah akan membuat pengusaha untuk melegalkan pemberian upah murah dan semakin menyusahkan masyarakat, khususnya kaum buruh.

"Kami minta agar kebijakan (Paket Ekonomi Jilid IV) itu sebaiknya ditinjau ulang, kalau perlu dicabut. Karena sangat memberatkan kami. Belum lagi kenaikan ditetapkan mengikuti inflasi secara nasional," katanya.

Sebelumnya, pemerintah telah merilis paket kebijakan ekonomi jilid IV di Istana Negara, Jakarta pada Kamis (15/10/2015). Dalam paket kebijakan yang baru tersebut, pemerintah telah menetapkan formula upah buruh yang baru.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, formula yang baru ini akan digunakan untuk perhitungan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun depan dan tahun-tahun berikutnya.

Formula upah yang ditetapkan yaitu UMP tahun ini ditambah dengan persentase angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Jadi kalau inflasi 5 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen, ya 10 persen. Berarti tahun depan di daerah itu UMP adalah UMP tahun ini ditambah 10 persen," kata Darmin.

Dia memastikan formula yang ditetapkan sudah cukup adil. Sebab di negara lain, terutama di negara maju, besaran kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak semuanya dimasukkan dalam komponen perhitungan upah buruh.

"Kenapa? karena itu bukan hanya peranan buruh, tapi penusaha dan pemilik modal, jadi biasanya dibagi. Tapi di kita kesepakatannya inflasi ditambah seluruh pertumbuhan ekonomi," papar dia.

Formula upah yang baru ini akan berlaku di hampir seluruh provinsi di Tanah Air, kecuali delapan provinsi. Alasannya, karena UMP di delapan provinsi ini dianggap masih di bawah standar kebutuhan hidup layak (KHL).

Dengan begitu, pemerintah akan menaikkan UMP di delapan provinsi agar sesuai KHL. Namun kenaikannya akan dilakukan bertahap selama 4 tahun.

"Misalnya, bedanya 20 persen di bawah KHL. Nanti KHL akan dibagi 4 maka 5 persen per tahun. Jadi kalau tadi naik 10 persen karena inflasi dan pertumbuhan ekonomi, nah di delapan provinsi itu akan ditambah 5 persen jadi naiknya 15 persen," ungkapnya. (Naomi Trisna/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya