Kejar Target Pajak, Pemerintah Janji Tak Ganggu Iklim Usaha

Dalam APBN 2016 target penerimaan negara dari pajak mencapai Rp 1.546,7 triliun, turun Rp 19,1 triliun dari Rancangan APBN 2016‎.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 03 Nov 2015, 21:38 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2015, 21:38 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berkomitmen untuk tidak akan mengganggu iklim usaha dan daya beli masyarakat dalam menetapkan target pajak yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk mencapai target pajak, pemerintah akan melakukan optimalisasi dengan fokus pemeriksaan, pemanfaatan teknologi informatika dan penegakan hukum. Langkah tersebut dipercaya tidak akan menggangu iklim usaha dan daya beli masyarakat.

"Kami optimalisasi pajak tanpa mengganggu dunia usaha dan daya beli masyarakat," kata Bambang, dalam konferensi pers APBN 2016, di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (3/10/2015).

Menurut Bambang, dalam APBN 2016 target penerimaan negara dari pajak mencapai Rp 1.546,7 triliun, turun Rp 19,1 triliun dari Rancangan APBN 2016‎ yang tercatat Rp 1.565,8 triliun. "Penurunan penerimaan pajak dalam APBN 2016 disebabkan perubahan asumsi dasar ekonomi makro 2016," ‎tuturnya.

Bambang mengungkapkan, penuruan target pajak tersebut paling besar terjadi pada pajak sektor minyak dan gas (migas) yang tercatat Rp 7 triliun dari Rp 48,5 triliun dalam RAPBN 2016 menjadi Rp 41,4 triliun dalam APBN 2016. "PPH Migas turun Rp 7 triliun dibanding dalam nota keuangan," jelas Bambang.

Bambang menambahkan, pajak yang berasal dari sektor non migas juga mengalami penurunan, sebesar Rp 1,3 triliun, dari Rp 1.320 triliun menjadi Rp 1.318,7 triliun. "Sedangkan penerimaan negara yang berasal dari kepabeanan dan Cukai mencapai Rp 186,5 triliun," jelas Bambang.

Sedangkan untuk tahun ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan tengah berjuang membahas kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Langkah tersebut dilakukan agar bisa mengejar target penerimaan pajak yang dipatok Rp 1.350 triliun di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Dari upaya ekstra ini, ada potensi uang masuk sebagai penerimaan pajak sebesar Rp 60 triliun.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito menyebut, pertumbuhan alamiah penerimaan pajak ditaksir sanggup terkumpul sekira Rp 1.280 triliun ‎dari proyeksi di RAPBN tahun depan sekitar Rp 1.350 triliun. Sementara sisanya berasal dari upaya ekstra yang diharapkan mengantongi lebih dari Rp 70 triliun.

"Target tahun depan sudah memasukkan skema tax amnesty berjalan. Tax amnesty harus jalan di tahun depan. Kalau DPR tidak mau inisiatif, kami yang inisiatif," tegas Sigit.

Dirinya memperkirakan, potensi penerimaan pajak dari skema tax amnesty yang berjalan tahun depan dengan tarif tebusan 4 persen di semester I 2016 dan semester II sebesar 6 persen‎, mencapai Rp 60 triliun.

"Dari dana yang terparkir di luar negeri dan bisa masuk ke Indonesia, potensinya Rp 2.000 triliun. Jika dikenakan pajak 3 persen yang berasal dari tarif tebusan tax amnesty November-Desember 2015, maka bisa terkumpul Rp 60 triliun," terangnya.

Sementara dari fasilitas pajak, berupa revaluasi aset atau penilaian kembali aset tanah dan bangunan perusahaan, Sigit mengaku, Ditjen Pajak dapat menghimpun tambahan pendapatan negara ‎sebesar Rp 10 triliun. Revaluasi bukan hanya dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja, tapi juga perusahaan swasta lain.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya