Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2015 menjadi tahun yang sulit bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Saat ini Indonesia menghadapi situasi pelemahan ekonomi dunia. Imbasnya, target penerimaan pajak sebesar Rp 1.294,25 triliun di APBN-P 2015 dipastikan gagal tercapai.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro masih optimistis terhadap realisasi penerimaan pajak tahun ini sebesar 85 persen hingga 87 persen. Sehingga defisit anggaran membengkak menjadi 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga
Sementara mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito menaksir target penerimaan pajak hanya sekitar 80 persen-82 persen. Dengan perkiraan tersebut, Sigit harus membayar kegagalan pencapaian target penerimaan pajak yang dinilai ambisius dengan pengunduran diri. Sigit pun harus mengoper jabatannya sementara kepada Ken Dwijugiasteadi sebagai Plt Dirjen Pajak.
Advertisement
"Memang yang lebih bertanggungjawab moril atas penerimaan pajak adalah Dirjennya, dalam hal ini Sigit. Jadi ketika merasa tidak mencapai target, dia mundur secara gentleman. Apalagi dia dipilih dari lelang jabatan," papar Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia (UI), Ruston Tambunan di Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Ruston mengatakan, meski Sigit mundur dari jabatannya, Bambang harus mencari cara agar target penerimaan pajak bisa tercapai.
"Jangan juga semua mundur. Kalau semua mundur, siapa yang mau mengurus negara ini. Yang pasti ini menjadi contoh buat pejabat lain supaya jangan happy dan meremehkan target, jangan cuma bisnis as usual saja," tegas Ruston.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution sebelumnya menghormati keputusan Sigit Priadi Pramudito mundur sebagai Dirjen Pajak. "Ia mundur karena merasa bertanggungjawab bahwa apa yang direncanakan tidak tercapai. Menurut saya kita harus menghormati juga," ucap Darmin.
Mantan Dirjen Pajak itu berpendapat, target penerimaan pajak tahun ini terlampau tinggi, sementara perkiraannya hanya mampu terkumpul 85 persen dari target Rp 1.294,25 triliun.
Di lihat dari sisi pengeluaran atau belanja negara, pemerintah tetap mematok Rp 1.761,6 triliun tanpa ada pemotongan. Dengan begitu, pemerintah memproyeksikan defisit anggaran melebar dari 1,9 persen menjadi 2,7 persen.
"Targetnya tinggi. Sebenarnya spending kita tidak pernah mencapai target 100 persen, biasanya 90 persen, jadi ini bukan urusan spending. Ini urusan ekonomi yang melambat, menghasilkan penerimaan pajak yang melambat dan penerimaan lain. Tapi pada saat yang sama target yang ditetapkan terlalu tinggi," pungkas Darmin.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6