Jika Kontrak Freeport Tak Diperpanjang, Apa yang Terjadi?

Pemerintah diminta berhati-hati dalam memutuskan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Des 2015, 19:30 WIB
Diterbitkan 05 Des 2015, 19:30 WIB
Surga Emas di Tanah Papua
Sejarah PT Freeport lahir pada 1936 lalu, melalui ekspedisi Pemerintah Hindia Belanda menemukan cadangan mineral yang disebut Ertsberg.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta berhati-hati dalam memutuskan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Sebab jika sampai kontrak kerja tersebut tidak lagi diperpanjang, maka ada dampak yang akan timbul di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, setidaknya jika Freeport tidak lagi melakukan kegiatannya di Indonesia, maka banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaanya. Selain itu dari sisi penerimaan negara akan berkurang karena tidak ada lagi royalti yang masuk ke negara dari Freeport.

"Minimal kita bicara lapangan kerja, sementara ada yang kena PHK (pemutusan hubungan kerja). Dari  sisi penerimaan negara dari PNBP (pendapatan negara bukan pajak) akan ada kekurangan penerimaan negara di APBN," ujarnya di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (5/12/2015).

Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan citra negatif terhadap iklim investasi di Indonesia jika Freeport tidak mendapatkan perpanjangan kontraknya.


"Ini harus diperhitungkan bahwa dalam kondisi sekarang, sedang ada masalah APBN, PHK. Kita juga sekarang bicara pentingnya investor masuk untuk bangun infrastruktr jadi negara ini ramah akan investasi. Tapi kalau melakukan hal yang kontraproduktif nanti (investor) tidak ada yang datang," kata dia.

Meski demikian, pemerintah juga diminta tidak begitu saja mengikuti apa keinginan dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Pasalnya selama ini ada kepentingan pemerintah AS yang bermain di belakang Freeport.

"Dani bisa juga ada hal-hal negatif yang dilakukan oleh Freeport atau AS, ini harus diantisipasi. Seperti waktu zaman Presiden SBY di 2010 menyatakan minta segera renegosiasi kontrak, reaksi itu begitu gamblang muncul dari Wakil Dubes AS di Juni 2011, dan pada Februari 2012 kembali lagi yang bicara itu Dubesnya. Artinya Freeport ini bukan hanya korporasi tetapi juga orang-orang di pemerintah AS cukup solid mendukung," jelasnya.

Oleh sebab itu, pemerintah diminta untuk berkomitmen memperjuangkan kepentingan negara dalam perpanjangan kontrak Freeport ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga diminta ketegasannya untuk menyelesaikan hal ini.

"Tapi bukan berarti harus menyerah untuk yang terbaik. Selama ini belum muncul (ketegasan pemerintah), tetapi hanya melanjutkan apa yang dirintis pemerintahan SBY, hanya ada MoU permintaan divestasi 30 persen tapi tidak ada permintaan untuk meningkatkan royalti. Tidak ada untuk ganti rugi kerusakan lingkungan. Sekarang ini pemerintah baru yang bisa perjuangkan, kita minta Pak Jokowi lakukan itu," tandasnya.

 
 
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya