James Moffet Mundur Bukan Alasan Freeport Lalai Bangun Smelter

Pemerintah memberikan perpanjangan waktu membangun smelter sampai 2017 kepada perusahaan pertambangan, termasuk Freeport Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Des 2015, 19:30 WIB
Diterbitkan 29 Des 2015, 19:30 WIB
Dukung Perpanjangan Kontrak, Gubernur Papua Datangi Freeport
Kehadiran Lukas Enembe di areal tambang diklaim menerbitkan harapan karyawan terkait perpanjangan kontrak karya oleh pemerintah Indonesia.
Liputan6.com, Jakarta -
Komitmen pemerintah terhadap kewajiban perusahaan tambang, termasuk PT Freeport Indonesia membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Gresik, Jawa Timur dipastikan tetap berlanjut meskipun pendiri Freeport McMoran, James Bob Moffet mengundurkan diri. 
 
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Mohamad Hidayat menegaskan, pembangunan smelter tidak akan terpengaruh pengunduran diri Moffet maupun perubahan susunan direksi induk usaha Freeport Indonesia itu. 
 
"Kami memang belum menerima secara formal susunan direksi Freeport McMoran yang baru. Jadi belum tahu kebijakannya seperti apa. Tapi aturan smelter harus selesai terbangun 2017, karena smelter tidak tergantung direksinya. Aturan kita seperti itu," ucap Hidayat di kantor HIPMI, Jakarta, Selasa (29/12/2015). 
 
Lebih jauh dia menegaskan, pemerintah memberikan perpanjangan waktu membangun smelter sampai 2017 kepada perusahaan pertambangan, termasuk Freeport Indonesia. Namun lewat dari itu, pemerintah tidak akan memberikan ampun dengan konsekuensi tidak akan bisa melakukan ekspor lagi. 
 
"Semua termasuk Freeport harus bangun smelter sampai 2017. Kalau tidak, izin ekspor tidak akan diberikan lagi, jadi kan mandek kegiatan mereka. Kita tidak akan ada kebijakan lagi setelah lewat dari itu," ucapnya. 
 
Ia mengaku, pembangunan smelter tersendat karena masalah keekonomian. Di satu sisi, sambung Hidayat, perusahaan tambang harus berinvestasi dengan nilai sangat besar membangun smelter, tapi di sisi lain, harga komoditas sedang anjlok. 
 
"Smelter banyak yang belum selesai karena masalah pendanaan. Makanya kita akan lihat insentif investasi lain supaya mendorong investasi ke sini. Seperti di Beijing, kita undang 250 investor menawarkan investasi smelter, dan minat mereka luar biasa besar. Mudah-mudahan ada tindaklanjutnya dari mereka," terangnya. 
 
Pemerintah, kata Hidayat, terus memantau dan mengevaluasi pembangunan smelter milik Freeport di Gresik, Jawa Timur. Ia menuturkan bahwa alasan Freeport membangun smelter di Gresik, bukan di Papua karena perusahaan tambang emas raksasa itu bisa mengolah turunan tembaga lain. 
 
"Bangun smelter itu banyak yang harus karena Freeport Indonesia kan bukan hanya murni memproses tembaga saja, tapi juga turunannya. Seperti sulfatnya bisa diolah di Petrokimia Gresik, pengolahan anode slime harus di sini jangan lagi diekspor ke Jepang untuk diproses di sana," tegas Hidayat. 
 
Ditemui di tempat yang sama, Ketua Umum BPP HIPMI Bahlil Lahadalia mendesak Freeport Indonesia membangun smelter di Papua. Alasannya, menggarap smelter di Gresik tidak sejalan dengan semangat membangun perekonomian Papua. 
 
"Papua punya sumber daya alam, tapi luar Papua yang dapat nilai tambah. Padalah semua orang tahu perekonomian Papua dan pendapatan per kapita orang Papua terendah di negara ini," ucapnya. 
 
Dengan demikian, Bahlil berkelakar bahwa pembangunan smelter di Papua adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. "Ekonomi Papua dan kesejahteraan warga Papua akan terangkat jika ada katalisator pembangunan smelter," pungkas Bahlil.(Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya