Pengenaan PPN 10% untuk Ternak Sangat Rugikan Pengusaha

Pemerintah diharap mengubah PMK 267 Tahun 2015 dengan pemisahan khusus.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Jan 2016, 16:58 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2016, 16:58 WIB
Peternakan sapi.
Peternakan sapi. (foto: ulf.com.ua)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha menilai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen bagi seluruh ternak dan pakan ternak, kecuali sapi indukan merupakan kesalahan fatal pemerintah. Kebijakan tersebut mengandaskan perjuangan pengusaha agar bahan pangan bebas PPN.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Sudirman mengungkapkan, tidak terlalu mengkhawatirkan pungutan PPN bagi pakan ternak karena dampaknya tidak signifikan. Namun imbasnya besar apabila pajak dikenakan untuk semua ternak, kecuali sapi indukan.

"(Pungutan PPN) untuk ternak itu fatal ya, karena sudah belasan tahun kita berjuang supaya bahan pangan pokok bebas PPN, seperti daging yang tidak dikenakan PPN, itu untuk meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap daging yang masih rendah," keluhnya di kantorKemenko Bidang Perekonomian,Jakarta, Jumat (22/1/2016).

Menurutnya, pembebasan bahan pangan pokok atau barang strategis sudah diberlakukan di seluruh negara di dunia. Pengusaha mengaku bingung dengan aturan yang dikeluarkan pemerintah Joko Widodo (Jokowi). "Di tengah spirit dari pemerintah Jokowi membuat deregulasi, aturan ini justru menghambat pertumbuhan ekonomi," tegas Sudirman.

Pungutan PPN dalam PMK 267 Tahun 2015 mulai diberlakukan pada 8 Januari 2015. Pengusaha khawatir apabila petugas pajak menagih PPN 10 persen sebagai pelaksanaan dari aturan tersebut. 

"Mungkin belum sadar ya (petugas pajak). Asal jangan nanti di akhir bulan memalak kita. Karena harus setor, jadi menagih ke kita," ucapnya.

Untuk itu, Sudirman mengusulkan kepada pemerintah merevisi PMK tersebut. Alasannya, aturan ini hanya akan membebani pengusaha, peternak dan konsumen, bukan seperti yang diklaim pemerintah untuk melindungi peternak lokal.

"Kami usul direvisi, terutama yang terkait dengan ternak. Memang katanya maksud pengenaan PPN untuk proteksi, cuma saya tidak tahu proteksi dari mana dengan pengenaan PPN," tutur Sudirman.

Sementara itu, Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan, Juan Permata Adoe mengatakan, Kementerian Pertanian sebenarnya meminta kepada Kementerian Keuangan untuk membebaskan bea masuk sapi indukan atau sapi betina produktif, bukan PPN. Tujuannya apabila Bea Masuk dinolkan, maka penjualan sapi jenis ini akan meningkat.

"Kementan itu inginnya dibebaskan Bea Masuk untuk sapi betina produktif. Tapi dengan alasan tertentu kenapa larinya ke (bebas) PPN, jadi miss interpretasi antara keinginan dan eksekusinya. Untuk ternak lainnya kena PPN 10 persen, otomatis turunannya juga kena," ujarnya.

Juan pun meminta hal yang sama dengan Sudirman.  Pemerintah diharap mengubah PMK 267 Tahun 2015 dengan pemisahan khusus. Pasalnya, pelaku usaha di bidang usaha peternakan dan pengolahan ternak termasuk ayam mengeluhkan PMK tersebut.

"Dipisahkan kalau memang khusus sapi betina bunting Bea Masuk dibebaskan, tapi bukan berarti seluruh jenis ternak kena PPN," pungkas Juan. (Fik/Gdn)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya