Percepat Izin Investasi, BKPM Usul Revisi Aturan Penyertaan Modal

Seharusnya persyaratan penyertaan modal tersebut disesuaikan dengan kemampuan pelaku usaha.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 23 Jan 2016, 12:34 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2016, 12:34 WIB
20160121-Preskon BKPM Pencapaian Investasi 2015-Jakarta-Angga Yuniar
Kepala BKPM, Franky Sibarani (kiri) dan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis memberikan keterangan pers terkait hasil pencapaian investasi 2015 di Gedung BKPM, Jakarta, Kamis (21/1/2016). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Wonogiri - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendapatkan pekerjaan rumah berat dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Pekerjaan tersebut adalah meningkatkan peringkat kemudahan usaha (easy doing business) Indonesia‎ menjadi bawah 40 dari posisi saat ini yang ada di angka 109.

Kepala BKPM, Franky Sibarani mengungkapkan, ada beberapa hal yang bakal dilakukan oleh BKPM untuk bisa mengejar tugas yang diberikan oleh Presiden Jokowi Tersebut. Salah satu diantaranya adalah melakukan koordinasi dengan Kementerian atau Lembaga dan pemerintah daerah, terutama Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Pemda Surabaya.

Dari berbagai perizinan yang sudah ada saat ini, ada satu peraturan yang dinilai cukup menghambat percepatan investasi, terutama bagi Usaha Kecil Menengah (UKM). "‎Ada yang terkait dengan Undang-Undang, yaitu mengenai penyertaan modal. Dalam Undang-Undang tersebut penyertaan modal untuk mendirikan PT minimal Rp 50 juta," kata Franky saat berbincang dengan wartawan di Wonogiri yang ditulis, Sabtu (23/1/2016).

Ia mengaku dengan persyaratan itu, banyak peluang investasi yang terpaksa tertunda, karena para pelaku UKM perlu menyiapkan kembali permodalannya. Untuk itu, Franky mengusulkan aturan itu untuk direvisi.

Menurut Franky, seharusnya persyaratan penyertaan modal tersebut disesuaikan dengan kemampuan pelaku usaha. Atau, selain itu, untuk UKM bisa mendapatkan pengecualian aturan itu namun dengan persyaratan tertentu. "Sehingga supaya relatif mudah, tidak terlalu lama,"‎ tegasnya.

Franky juga mencontohkan aturan lain yang sebenarnya bisa lebih disederhanakan. Seperti halnya perizinan mengenai investasi di pembangkit listrik. Meski saat ini sudah ada di PTSP, namun sebenarnya ini bisa disederhanakan lagi.

"‎Tim dari BKPM berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, dalam hal ini Ditjen Ketenagalistikan dan PLN, bagaimana agar itu lebih cepat," tutup dia. 

Untuk diketahui, Singapura berhasil mempertahankan posisi puncak atau ada di urutan pertama dalam kemudahan berbisnis selama satu dekade. Sedangkan Indonesia hanya lompat lima peringkat ke urutan 109, berdasarkan laporan Doing Business 2016 yang dirilis Bank Dunia.

Dalam pemeringkatan dilakukan oleh Bank Dunia, Singapura menempati posisi pertama di dunia sebagai negara paling mudah untuk melakukan usaha. Laporan Doing Business 2016 yang mengukur kualitas dan efisiensi regulasi menunjukkan Asia Timur dan Asia Pasifik adalah kawasan yang masuk dalam 20 perekonomian terbaik dunia untuk kemudahan berusaha.

"Sebagian besar negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik tengah menerapkan reformasi guna memperbaiki berbagai kebijakan usaha kecil dan menengah," ujar manajer laporan Doing Business Rita Ramalho.

Sepanjang tahun lalu, 52 persen dari 25 negara di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik telah melaksanakan 27 langkah reformasi dalam rangka memberikan kemudahan berusaha. (Yas/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya