RI Sudah Lama Berpikir untuk Bangun Pembangkit Nuklir?

Sumber utama bahan bakar listrik masih berasal dari fosil dengan batu bara menyuplai sekitar separuh dari pembangkit listrik.

oleh Nurmayanti diperbarui 24 Mei 2016, 16:32 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2016, 16:32 WIB
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (Foto: Reuters)
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (Foto: Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terus mengalami defisit pasokan listrik terutama di beberapa daerah. Sebab itu muncul pemikiran agar negara ini menambah pasokan listrik dengan membangun banyak pembangkit. Salah satunya melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Menurut Ketua Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HMNI) Arnold Soetrisnanto, Indonesia telah sejak 1956 melakukan berbagai studi persiapan ketenaganukliran termasuk pengoperasian tiga reaktor riset.

Pemerintah juga tengah menyiapkan dokumen legal seperti Undang-undang nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Peraturan Pemerintah tentang Perencanaan Energi Nasional, rancangan buku putih tentang Pengembangan Energi Indonesia.

"Menurut dokumen yang terakhir, PLTN dengan total kapasitas 5.000 MWe dapat dioperasikan pada 2025," jelas dia, Selasa (24/5/2016).

Dia menilai PLTN menjadi salah satu alternatif Indonesia untuk menambah pasokan listrik nasional. Berdasarkan data periode 2010-2014, konsumsi listrik Indonesia meningkat rata-rata 7 persen per tahun.

Meski demikian, 700 kwh per kapita dan 84 persen rasio elektrikasi, angka itu masih menjadi salah satu yang terendah di Asia Tenggara. Kapasitas terpasang yang saat ini mencapai 55 GWE belum mencukupi untuk sebuah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia.

Sumber utama bahan bakar listrik masih berasal dari fosil dengan batu bara menyuplai sekitar separuh dari pembangkit listrik. Di masa mendatang Indonesia membutuhkan gigawatt listrik yang semakin besar. Rencana saat ini yang ambisius ialah membangun kapasitas 35 GWe pembangkit baru pada 2019.

"Dengan komposisi energy mix yang digunakan untuk produksi listrik saat ini, nantinya akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang emisi Co2 terbesar di dunia," jelas dia.

Saat ini, dia mengatakan, tingkat penerimaan publik terhadap energi nuklir di Indonesia sebenarnya sangat tinggi. Mengacu data Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mencapai 75 persen pada tahun lalu.

Apalagi dengan hasil terbaru dari COP 21 di Paris yang sudah diadopsi oleh pemerintah terkait pengurangan emisi Co2, pemanfaatan energi nuklir sebagai sumber listrik bebas emisi harus kembali dipertimbangkan.

Meski dia mengaku hingga kini masih ada ketidakpahaman tentang hal-hal mendasar mengenai industri nuklir dan realitasnya. (Nrm/Ndw)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya