Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengimbau supaya pengampunan pajak (tax amnesty) dimanfaatkan dengan baik. Pasalnya, pada keterbukaan informasi perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEOI) yang berlaku 2018 sudah tak ada ruang lagi untuk lari dari pajak.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadiyanto mengatakan tax amnesty justru menjadi penyelamat daripada mesti membayar denda sebesar 200 persen sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Tax Amnesty.
"Ini kesempatan bagi wajib pajak untuk ikut program ini. Kalau misalnya tidak ikut wajib pajak akan dikenakan Undang-undang Perpajakan 200 persen itu. Sebetulnya sangat berat bagi wajib pajak, apalagi dengan AEOI," kata dia kepada Liputan6.com di Kantor Kemenkeu Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Advertisement
Dia menambahkan, selain menguntungkan bagi pemilik dana, pengampunan pajak juga memberikan manfaat bagi Indonesia. Pasalnya, pengampunan pajak mendorong aliran dana masuk yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan.
"Jadi semacam rekonsiliasi nasional. Masuk jadi wajib pajak baik, kontribusi pembangunan dan investasi Indonesia, Hidup dan besar di Indonesia," ungkap dia.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan denda 200 persen dihitung dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang bayar.
Misalnya, jika wajib pajak mendeklarasikan hartanya Rp 5 miliar, namun di kemudian hari petugas pajak mendapati kekurangan harta yang belum dilaporkan misalnya Rp 3 miliar, maka Rp 3 miliar ini dikenakan tarif pajak normal dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) yang berlaku sebesar 30 persen. Kemudian, hasilnya dikalikan 200 persen.
"Dari selisihnya. Jadi dia deklarasi Rp 5 miliar, suatu saat tax amnesty selesai masih ada Rp 3 miliar. Rp 3 miliar itu dikenakan pajak tarifnya 30 persen plus denda 200 persen," tandas dia.
Momentum tax amnesty, simak video ini: