Harga Rokok Jadi Rp 50 Ribu, Apa Kata Masyarakat?

Kementerian Keuangan tengah mengkaji kenaikan cukai rokok hingga dua kali lipat.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Agu 2016, 17:46 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2016, 17:46 WIB
20160724-Hari Anak, Jokowi Diminta Lindungi Anak dari Rokok-Jakarta
Massa yang tergabung dari Lentera Anak Indonesia menggelar aksi solidaritas di Bundaran HI Jakarta, Minggu (24/7). Memperingati Hari Anak, mereka meminta Presiden Jokowi melindungi anak-anak Indonesia dari dampak konsumsi rokok. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan tengah mengkaji kenaikan cukai rokok. Kenaikannya sendiri diwacanakan hingga dua kali lipat. Dengan begitu, harga rokok yang biasa sekitar Rp 15 ribu hingga 25 ribu per bungkus bisa menjadi Rp 30 ribu hingga 50 ribu per bungkus.

Rencana dari pemerintah tersebut nampaknya menjadi perhatian masyarakat, terutama yang mengkonsumsi rokok setiap hari. Heronius (29) salah satunya. Dia menolak rencana kenaikan cukai rokok tersebut.

Menurut dia, jika alasan pemerintah menaikkan cukai hanya untuk menaikkan penerimaan pajak‎ tidaklah adil. Namun jika kenaikan harga roko tersebut atas dasar kesehatan atau mengurangi perokok, dia mengaku sah-sah saja.

"Tapi kalau‎ mau naik ya sekitar Rp 1.000 atau Rp 2.000 saja, tidak langsung dua kali lipat," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (20/8/2016).

Jika pemerintah ingin mengurangi jumlah perokok, dirinya mengusulkan untuk tidak langsung dibebankan ke cukai, melainkan meningkatkan zona-zona bebas rokok. Dengan begitu, para perokok lebih tertib dalam mengkonsumsi, sehingga tidak merugikan orang lain.

"Kalau rokok memang jadi Rp 50 ribu per bungkus, mungkin saya akan kurangi merokok, mikir dua kali juga. Tapi kalau begitu kasihan petani tembakau juga," terangnya.

Hal yang tidak jauh beda juga diungkapkan oleh Hendra (27). Dia mengaku jika kenaikan cukai dua kali itu benar-benar disetujui, dia lebih memilih untuk berhenti merokok. "Berat juga kalau Rp 50 ribu, mending uang buat beli nasi," kata dia.

Sebagai karyawan perusahaan swasta, Hendra mengaku harga rokok saat ini sudah cukup tinggi. Untuk itu dirinya lebih mengusulkan untuk tidak ada kenaikan harga rokok.

Tanggapan berbeda diutarakan oleh Ayu (34). Ia sangat setuju jika pemerintah menaikkan harga rokok. Menurutnya, bahaya dari merokok sudah terbukti. "Sudah banyak yang sakit akibat rokok. Mengapa tidak dilarang saja?" kata dia. 

Sebelumnya pada 19 Agustus 2016, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi juga mendesak Kemenkeu segera menaikkan tarif cukai rokok sehingga harga jual rokok di Indonesia setara atau lebih dari negara lain. Contohnya di Singapura, Malaysia dan Thailand yang menjual rokok seharga Rp 30 ribu-40 ribu per bungkus.

"Cukai rokok harus naik tinggi supaya harga rokok bisa Rp 50 ribu per bungkus. Tujuannya mengendalikan konsumsi rokok dan mendulang penerimaan negara, karena selama ini kan penerimaan dari cukai rokok masih kecil," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (19/8/2016).

Tulus memperkirakan, jika harga rokok naik lebih dari dua kali lipat, misalnya dari harga Rp 15 ribu atau Rp 20 ribu per bungkus menjadi Rp 50 ribu per bungkus, maka pemerintah bisa mendapatkan kenaikan pendapatan cukai lebih dari 100 persen.

"Jika sekarang ini penerimaan cukai rokok Rp 150 triliun, maka dapat naik sampai Rp 350 triliun. Jadi tidak perlu dana dari tax amnesty," ia menerangkan.

Dampak positif lainnya, dengan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus diyakini Tulus, dapat menekan konsumsi rokok, utamanya kalangan remaja dan anak-anak. Ia mengaku, selama ini salah satu pengeluaran terbesar masyarakat miskin adalah untuk rokok.

"Kalau harga rokok lebih mahal, orang tidak akan membeli atau mengurangi konsumsi rokok, termasuk remaja dan anak-anak. Tapi menghapus (konsumsi rokok) tidak bisa," ucapnya. (Yas/Gdn)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya