Menunggu Data Persediaan AS, Harga Minyak Tertekan

Harga minyak Brent tergelincir sembilan sen atau 0,2 persen dan menetap di US$ 55,92 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Mar 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2017, 06:00 WIB
Ilustrasi Minyak Dunia
Ilustrasi Minyak Dunia

Liputan6.com, New York - Harga minyak tergelincir pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pelaku pasar sedang menunggu data persediaan minyak Amerika Serikat (AS) yang selama ini terus mengalami peningkatan.

Mengutip Reuters, Rabu (8/3/2017), harga minyak Brent tergelincir sembilan sen atau 0,2 persen dan menetap di US$ 55,92 per barel. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kehilangan enam sen atau 0,1 persen dan menetap di US$ 53,14 per barel.

AS terus menerus meningkatkan produksi minyak dalam beberapa bulan terakhir sementara negara-negara yang tergabung dalam organisasi pengekspor minyak (OPEC) justru menekan produksi sejak awal Januari kemarin.

Data persediaan minyak di AS akan segera keluar pada Selasa malam waku setempat. Pada pekan lalu, persediaan minyak mentah di AS bertambah 1,9 juta barel.

Pada konferensi energi di Houston, AS, Menteri Perminyakan Saudi Arabia Al-Falih mengatakan bahwa kesepakatan antara negara-negara yang tergabung dalam OPEC dan juga beberapa negara lain di luar OPEC untuk menahan produksi telah memberikan dampak positif ke harga minyak.

Sejak kesepakatan tersebut dibentuk pada akhir November 2016 dan kemudian dilaksanakan sejak awal Januari 2017, harga minyak terus merangkak naik. Semula harga minyak berada di kisaran US$ 40 per barel dan saat ini telah mencapai rata-rata UUS$ 55 per barel.

Namun, kenaikan harga minyak tersebut bisa saja terganggu karena adanya peningkatan produksi dari beberapa negara yang tidak ikut dalam kesepakatan tersebut. Falih menekankan, OPEC tak akan membiarkan negara lain yang tak ikut dalam kesepakatan memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak ini.

Pada Mei nanti, OPEC akan kembali menggelar pertemuan. Diharapkan kelompok tersebut memperpanjang kesepakatan pengendalian produksi yang sebelumnya ditargetkan selesai selama enam bulan saja.

Managing partner PSW Investments, Woodland Park, New Jersey, AS, Phil Davis menjelaskan, harapan OPEC untuk mendorong kenaikan harga sulit terwujud di saat beberapa negara yang tidak ikut dalam kesepakatan justru mendorong produksi. "Harapan OPEC tak realistis," jelas dia.

The US Energy Information Administration (EIA) memproyeksikan produksi minyak AS akan naik menjadi rata-rata 9,2 juta barel per hari pada 2017 dan meningkat menjadi 9,7 juta barel per hari pada 2018. Jika benar maka ini akan menjadi rekor tertinggi sejak 1970. (Gdn/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya