Sri Mulyani Bakal Kaji Revisi Aturan Bea Masuk Barang Bawaan

Ditjen Bea Cukai akan mengkaji usulan mengenai batasan bea masuk atas barang impor bawaan penumpang.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Sep 2017, 16:54 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2017, 16:54 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Suasana aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan mengkaji revisi aturan batasan bea masuk barang bawaan penumpang dari luar negeri. Batas barang impor yang bebas bea masuk saat ini sebesar US$ 250 atau sekitar Rp 3,3 juta per orang dan US$ 1.000 atau Rp 13,3 juta per keluarga.

"Saya sudah menginstruksikan kepada Direktur Jenderal Bea Cukai agar aturan-aturan pembatasan mengenai jumlah dan harga dari volume yang dibawa oleh penumpang yang masuk ke Indonesia, agar disederhanakan," ujar dia di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (18/9/2017).

Revisi ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK 04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman.

Sri Mulyani menginstruksikan, revisi tersebut harus mencerminkan perkembangan zaman dan kebutuhan saat ini. Dia pun menegaskan, Ditjen Bea dan Cukai tidak melakukan pengetatan terhadap barang-barang impor yang dibawa penumpang atau Warga Negara Indonesia (WNI) ke Indonesia.

"Agar disederhanakan untuk merefleksikan atau mencerminkan kebutuhan hari ini. Yang pasti tidak ada pengetatan," tutur dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan, ketentuan mengenai batasan bebas bea masuk atas barang impor bawaan penumpang sudah lama berlaku. Pihaknya akan mencermati berbagai usulan mengenai kenaikan batasan tersebut hingga US$ 2.500 per orang atau naik 10 kali lipat.

"Usulan akan jadi masukan bagi kita, tapi ya tidak setinggi itu juga. Kenapa? Kalau batasan sampai US$ 2.500, siapa yang dirugikan? Yang pasti industri dalam negeri yang produksi barang sejenis, yang bayar pajak, maka jadinya persaingan tidak sehat," ujar Heru.

Dalam melakukan kajian revisi, kata Heru, pemerintah mempertimbangkan masukan dari berbagai kalangan. Selain itu, mengacu pada praktik di negara lain terhadap pengenaan batasan barang bawaan bebas bea masuk.

"Masukan-masukan, dan praktik di negara lain berapa batasannya, ini yang akan jadi pertimbangan. Beberapa negara di bawah kita, dan beberapa negara di atas kita. Ini akan jadi evaluasi," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Ingat, Beli Barang di Luar Negeri Ada Batasan Harganya

Masyarakat yang membeli barang di luar negeri mesti memahami bahwa ada batas harga yang dikenai bea masuk. Jika batas tersebut dilewati, masyarakat mesti membayar bea masuk tersebut.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi menerangkan, batas harga barang yang dikenai bea masuk ialah US$ 250 untuk personal dan US$ 1.000 untuk keluar.

"Yang dipungut adalah dia beli dari luar negeri dan nilainya di atas dari threshold-nya. Untuk personal itu US$ 250, kalau keluarga US$ 1.000. Ketentuannya ini lama sudah beberapa tahun lalu," kata dia di Jakarta, Senin 18 September 2017.

Namun begitu, Heru menegaskan, bea masuk itu tidak dibayarkan petugas. Dia menuturkan, bea itu dibayarkan melalui mesin electronic data capture (EDC).

"Jangan lupa pembayaran bukan petugas, tapi EDC. Kalau dia bayar bukan cash tapi EDC," ujar dia.

Dia menuturkan, dengan begitu masyarakat tak perlu khawatir. Lantaran, pungutan itu langsung masuk ke kas negara.

"Jadi sebenarnya masyarakat tidak perlu khawatir pajak ke mana karena lari kas negara," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya