India Bebaskan Produk Serat RI dari Bea Masuk Anti Dumping

Hasil investigasi Kementerian Perdagangan dan Industri India tidak menemukan praktik dumping maupun kerugian akibat masuknya produk asal RI

oleh Septian Deny diperbarui 13 Sep 2017, 10:15 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2017, 10:15 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah India membebaskan produk nonwoven fabrics asal Indonesia dari pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Hal tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Industri India melalui Directorate General of Anti-Dumping and Allied Duties (DGAD). ‎

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dari investigasi tersebut,‎ tidak ditemukan ada praktik dumping mau pun kerugian akibat masuknya produk asal Indonesia.

‎"Pada 2 September 2017, DGAD India memutuskan tidak mengenakan BMAD terhadap produk impor nonwoven fabrics asal Indonesia. Dalam final finding, DGAD India menyatakan tidak menemukan adanya dumping atau kerugian yang disebabkan oleh impor produk nonwoven fabrics dari Indonesia. DGAD India juga menyatakan tidak menemukan kausalitas antara kerugian industri domestik dengan produk impor," ujar di dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (13/9/2017).‎

Penyelidikan antidumping terhadap produk impor nonwoven fabrics ke India dimulai pada 16 Juni 2016 atas petisi industri domestik India. Selain Indonesia, negara yang dituduh dumping dalam penyelidikan ini adalah Malaysia, Tiongkok, Thailand, dan Arab Saudi.

Dalam petisi itu, industri domestik India menyampaikan jika peningkatan impor produk nonwoven fabrics yang signifikan berpotensi menghambat pertumbuhan industri baru bagi produk nonwoven fabrics di India.

Dibebaskannya Indonesia dari pengenaan BMAD tersebut tidak lepas dari upaya pembelaan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan, yang bersinergi dengan produsen dan eksportir Indonesia.

Upaya pembelaan melalui sanggahan secara tertulis mau pun melalui hearing yang dilaksanakan oleh DGAD India.

Dalam sanggahan tersebut, Pemerintah Indonesia menyampaikan jika dugaan barang impor menghambat pertumbuhan industri domestik di India merupakan spekulasi dan sangat tidak beralasan. Hal ini karena fakta menunjukkan performa industri domestik India tumbuh positif dan signifikan.

"Hasil yang didapat ini merupakan usaha bersama antara Pemerintah dan sektor swasta. Pemerintah akan terus berkomitmen untuk membuka dan mengamankan akses pasar produk ekspor Indonesia," tutur Oke.
‎

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Selanjutnya: Tren Impor India Naik

Menanggapi pernyataan DGAD India, Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menyampaikan, penghentian penyelidikan ini akan berdampak positif terhadap kinerja ekspor indonesia, paling tidak mengamankan dan mengembalikan ekspor pada nilai tertinggi sebelum masa penyelidikan bahkan meningkatkan ekspor ke India mengingat tren peningkatan yang cukup signifikan selama lima tahun terakhir.

"Dengan tidak diterapkannya BMAD bagi produk nonwoven fabrics asal Indonesia oleh Pemerintah India, maka kesempatan untuk mengisi dan merebut pasar ekspor nonwoven fabrics di India terbuka bagi perusahaan/eksportir Indonesia," tegas Pradnyawati.

Nonwoven fabrics merupakan barang setengah jadi untuk diproses lebih lanjut menjadi produk yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan. Hasil pengolahan nonwoven fabrics antara lain popok, pembalut wanita, baju, masker operasi, dan lain sebagainya. India merupakan pasar produk nonwoven fabrics yang cukup menjanjikan.

Tren impor India menunjukkan peningkatan sebesar 30 persen selama lima tahun terakhir, dengan total nilai impor mencapai US$ 50 juta di 2016.

Berdasarkan data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor produk nonwoven fabrics Indonesia ke India pada 2015 mencapai US$ 9 juta dengan volume 3.896 ton terbesar kedua setelah Jepang dengan tren peningkatan sebesar 365 persen selama 5 tahun terakhir.

Nilai dan volume pada 2016 menurun dari tahun sebelumnya menjadi sebesar US$ 7 juta atau sebesar 3.407 ton. Penurunan ini merupakan indikasi dampak langsung instrumen trade remedies terhadap kinerja ekspor Indonesia, walaupun masih dalam tahap penyelidikan‎.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya