Ekonom: Pajak e-Commerce Jangan Hambat Pertumbuhan Startup

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mengeluarkan aturan mengenai perpajakan yang ditujukan kepada industri e-commerce.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 12 Okt 2017, 10:30 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2017, 10:30 WIB
Ilustrasi e-Commerce, eCommerce, Online Marketplace, Bisnis Online
Ilustrasi e-Commerce, eCommerce, Online Marketplace, Bisnis Online

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mengeluarkan aturan mengenai perpajakan yang ditujukan kepada industri e-commerce. Namun, kebijakan ini menjadi sorotan berbagai kalangan karena akan berimplikasi terhadap pertumbuhan e-commerce di Indonesia.

Direktur Eksekutif dari Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan objek pajak di industri e-commerce ini.

"Soal rencana pengenaan pajak oleh Kementerian Keuangan, jika tak hati-hati, salah penyikapan, memberatkan, membebani pertumbuhannya, maka ribuan startup yang sudah eksis bisa menyusut, punah, dan ekosistem ekonomi digital nasional akan berantakan," kata Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (12/10/2017).

Ronny menyampaikan, berdasarkan proyeksi Frost & Sullivan, pasar e-commerce Indonesia saja diperkirakan akan tumbuh pesat 31 persen per tahun, menembus US$ 3,8 miliar pada 2019 nanti.

Jika dikomparasikan dengan negara-negara lain di ASEAN, laju pertumbuhan e-commerce Indonesia jauh di atas pasar e-commerce Asia Pasifik yang diperkirakan rata-rata hanya 26 persen per tahun atau mencapai US$ 79 miliar pada 2020.

Ronny sendiri berkeyakinan dan sangat optimistis, dalam lima tahun ke depan, industri e-commerce Indonesia akan tumbuh dengan nilai ekonomi sekitar US$ 15 miliar dan pada 2025 bisa menembus US$ 80 miliar.

"Jadi sangat tidak mengherankan jika saat ini perusahaan-perusahaan e-commerce gencar menebar iklan dan menawarkan berbagai promosi maupun diskon besar-besaran di Tanah Air," tegas pria yang juga sebagai tim ahli ekonomi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu.

Dia mencontohkan yang dilakukan Lazada.com dari Singapura misalnya, yang sahamnya dibeli oleh e-commerce terbesar Tiongkok, Alibaba Group Holding, senilai US$ 1 miliar. Alibaba sangat berambisi untuk membuktikan bahwa mereka tak hanya jago kandang di Tiongkok, tetapi juga di kawasan Asia Tenggara yang dihuni 600 juta jiwa lengkap dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif masih bagus, yakni di atas rata-rata dunia.

"Pendek kata, dengan proyeksi yang sangat menggiurkan tersebut, pemerintah memang harus hati-hati menyikapi berbagai disrupsi yang disebabkan oleh munculnya startup-startup berbasiskan teknologi tinggi dan yang sedang berjuang membangun ekosistem ekonomi digital nasional," tutupnya. (Yas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya