Liputan6.com, Jakarta Dewan Energi Nasional (DEN) mengharapkan insentif fiskal dari Kementerian Keuangan, untuk mendukung program pencampuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis gasoline atau bensin dengan bioethanol.
Sekretaris Jenderal DEN Saleh Abdulrrahman mengatakan, salah satu kendala belum tercampurnya ethanol dengan bensin karena harga yang tinggi. Dia menyebut, harga ethanol lebih mahal sekitar Rp 1.000 sampai Rp 2.000 dari Pertamax 92.
Baca Juga
"Jadi harga bio ethanol lebih tinggi daripada harga jual Pertamax sekarang. Jadi kalau misalnya Pertamina jual Bio Pertamax dia harus nambahin," kata ‎Saleh usai menghadiri sidang DEN ke 23, di kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta,Kamis (12/10/2017).
Advertisement
Saleh mengungkapkan, untuk melaksanaan program yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tersebut, perlu kajian teknis dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan pencampuran bensin dengan minyak tebu tersebut.
"Untuk implementasi E2 (campuran ethanol 2 persen) dan seterusnya itu perlu ada kajian integrasi tidak hanya pemerintah, tapi ada Hiswana (Himpunan Wiraswata Minyak dan gas), Gaikindo, sehingga dari sisi engine selesai," ‎papar Saleh.
Anggota DEN Syamsir Abduh menambahkan, untuk mengurangi harga ethanol, dibutuhkan insentif dari Kementerian Keuangan. Insentif tersebut berupa pembebasan bea keluar dan memberi kategori khusus ethanol untuk campuran bahan bakar. Pasalnya, saat ini bio ethanol digunakan sebagai bahan pembuatan minuman beralkohol, sehingga dikenakan cukai yang cukup tinggi.
"Perlunya mempertimbangkan pengaturan cukai. Supaya tidak terjadi kontradiktif, dipertimbangkan betul untuk fuel grade pengaturaan cukai nya ditinjau ulang. Menteri Keuangan sebagai anggota DEN diharapkan untuk mempertimbangkan insentif jika ethanol yang 5 persen diterapkan, terutama terkait bea masuk," tutup Syamsir.