Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) ‎akan menggelar Sensus Penduduk (SP) pada 2020. Survei besar ini akan menjangkau 270 juta penduduk di seluruh wilayah Indonesia dan pertama kalinya akan menggunakan data administrasi kependudukan atau E-KTP yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, ‎dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 1997, BPS wajib menyelenggarakan Sensus Penduduk setiap 10 tahun sekali dan dilaksanakan pada tahun berakhiran nol. Sensus Penduduk 2020 merupakan SP ke-7 sejak pertama kali digelar pada 1961.
"SP memotret terkini dan masalah yang dihadapi bangsa ini. Data paling utama dari SP, antara lain vertilitas, mortalitas, dan migrasi yang berguna untuk mengambil kebijakan dalam upaya pengendalian jumlah penduduk, penyediaan sarana pemukiman, sanitasi, dan pendidikan," kata dia di Seminar Internasional di kantor pusat BPS, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
‎Kecuk mengatakan, dalam Sensus Penduduk pada 2020, BPS akan pertama kalinya menggunakan data administrasi kependudukan dari Kemendagri, selain memakai metode tradisional. Hal ini sesuai rekomendasi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB).
"Kami akan sesuaikan cakupan sebagaimana rekomendasi PBB supaya BPS tidak hanya menggunakan metode tradisional dalam SP, tapi juga data administrasi penduduk Kemendagri. Jadi perpaduan registrasi penduduk dan pendataan sensus, ini pertama kalinya," ‎tutur Kecuk.
Penggunaan data administrasi kependudukan dalam SP 2020, diakuinya bukan tanpa alasan. Pasalnya selama ini masih ada masalah yang dihadapi Indonesia mengenai data kependudukan. Data penduduk Indonesia, sambung Kecuk berasal dari BPS, yakni hasil SP serta data e-KTP dari Kemendagri.
"Perbedaan konsep dan definisi penduduk yang digunakan dua instansi menjadi penyebab kenapa masih ada perbedaan data. Perbedaan ini bisa menimbulkan kebingungan di masyarakat dan pengguna data. Jadi kami harus segera mengakhiri perbedaan ini dan bisa membuat data tunggal yang dapat digunakan untuk mengambil kebijakan," ujar dia.
Dengan memanfaatkan data tersebut, Kecuk berharap, pemerintah bisa memperoleh data kependudukan tunggal yang dapat diakses seluruh pihak. Kerja sama dengan Kemendagri dan seluruh pemangku kepentingan diharapkan mampu memutus rantai masalah yang muncul saat ini.
Dia menuturkan, BPS melakukan survei atas 43 variabel dalam SP 2010, di antaranya nama, NIK, umur, pendidikan, status, pekerjaan, migrasi, suku, bahasa, dan lainnya. Untuk SP 2020, belum membahas secara detail, namun data SP 2020 mempunyai peran penting dalam upaya pemerintah mencapai target SDG's (Sustainable Development Goals).
"Dengan data SP yang berkualitas, pemerintah dapat bergerak merencanakan program pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan SDG's yang sudah disepakati dunia internasional," jelas Kecuk.
Terkait dengan anggaran SP 2020, dia mengaku belum menghitungnya. Termasuk dengan kapan pelaksanaan sensus, apakah di Mei atau Juni sampai kepada jumlah pencacah dan petugas BPS yang akan diterjunkan. Akan tetapi berkaca pada penyelenggaraan Sensus Ekonomi, kebutuhan anggaran mendekati Rp 3 triliun.
"‎Kami belum menghitung anggaran SP 2020, karena ini masih tahap awal persiapan. Kami baru akan mengajukannya tahun depan. Tapi kalau SE terakhir ini, hampir Rp 3 triliun dan itu sebagian besar untuk pencacah di seluruh Indonesia, melatih mereka memahami kuesioner, dan lainnya," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Selanjutnya: Sensus Penduduk 2020 Akan Data 270 Juta Penduduk
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Sairi Hasbullah ‎mengatakan, Sensus Penduduk pada 2020 akan mendata sekitar 270 juta penduduk Indonesia. Mereka adalah yang bertempat tinggal di wilayah NKRI.
"Untuk seluruh wilayah di Jawa dan kota-kota besar, kami akan pakai pendekatan seperti personal interview. Sedangkan yang berada di daerah-daerah pakai kuesioner," kata dia.
Selain Indonesia, diakui Sairi, Sensus Penduduk menggunakan data administrasi kependudukan juga akan dilakukan Thailand untuk pertama kalinya.
"Jadi kita bisa berbagi ilmu karena sama-sama pertama kali. Nanti bisa ketahuan miss match atau gap berapa yang belum ter-cover NIK. Potensinya saya rasa akan semakin banyak miss match," ujar dia.
Advertisement