KHL Tak Masuk di Formula UMP, Ini Kata Kepala BPS

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, besaran kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71 persen telah berdasarkan ketentuan dalam PP Pengupahan.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Nov 2017, 14:45 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2017, 14:45 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2018 telah dihitung sesuai dengan formula dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam PP tersebut, ada dua komponen yang menjadi dasar perhitungan kenaikan UMP, yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, besaran kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71 persen telah berdasarkan ketentuan dalam PP Pengupahan. Dalam PP tersebut memang tidak ada komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam formula UMP.

"Aturannya kan memang berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kita tidak hitung KHL, dalam aturan seperti itu," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Rabu (1/11/2017).

Menurut pria yang akrab disapa Kecuk ini, komponen inflasi dalam formula perhitungan UMP sudah mewakili kenaikan harga-harga bahan kebutuhan pokok yang biasa dibeli oleh masyarakat, termasuk pekerja. ‎‎Oleh sebab itu, komponen KHL dinilai tidak perlu lagi dimasukkan dalam formula kenaikan UMP.

"Tetapi inflasi itu kan mencerminkan kenaikan harga. Kalau inflasinya tinggi, berarti kenaikan gaji akan habis. Karena kalau dihitung berdasarkan inflasi, artinya kenaikan harga-harga sudah dikompensasi dengan kenaikan UMP. Saya pikir formula itu cukup ideal," ucap dia.

Selain itu, jika komponen KHL harus dimasukkan dalam formula kenaikan UMP, maka dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk menentukan kenaikan upah minimum. Sebab, harus dilakukan survei langsung di berbagai daerah dan harus melihat harga bahan pokok satu per satu.

‎"Kalau hitung KHL itu kan harus survei di setiap daerah, berat sekali. Dan untuk menghitung KHL tergantung juga pada basket komoditasnya, harga yang disepakati seperti apa. Basket komoditasnya yang dimasukan apa saja," ucap dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya