RUU Konsultan Pajak Bisa Jembatani Pembayar Pajak dan Negara

Peran konsultan pajak ini harus diatur dalam UU sebagai profesi yang harus memiliki keahlian, ilmu pengetahuan, dan sertifikasi tersendiri.

oleh Nurmayanti diperbarui 20 Nov 2017, 19:31 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2017, 19:31 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengaku jika rancangan undang-undang (RUU) Konsultan Pajak sudah masuk RUU Prolegnas Prioritas 2018 urutan ke-38.  Tahap berikutnya, RUU ini menunggu presentasi sebagai inisiatif dari DPR dalam pleno di Badan Legislasi.

Misbakhun berharap, akan ada panja untuk membahas isi RUU dan memanggil pihak  yang berkepentingan dengan aturan pajak ini. Untuk kemudian dirumuskan menjadi konsep dasar RUU Konsultan Pajak.

“Di situ kita akan membahas peran dan tugas konsultan pajak di dalam sistem dan mekanisme penerimaan, daya dukung dalam penerimaan negara, dengan tidak melupakan tugas-tugas profesional mereka, yakni menjembatani antara kepentingan pembayar pajak dan negara,” kata Misbakhun pada seminar nasional ‘Perpajakan Pasca Tax Amnesty untuk Kemandirian Bangsa’ yang digelar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Bandung di Jakarta, Senin (20/11/2017).

Menurut dia, peran konsultan pajak ini harus diatur dalam UU sebagai profesi yang harus memiliki keahlian, ilmu pengetahuan, dan sertifikasi tersendiri. Hal yang akan diatur terutama terkait kewenangan sertifikasi, lembaga yang berhak mengeluarkannya dan peran negara dalam mengatur organisasi konsultan pajak ini.

Misbakhun menegaskan, para konsultan pajak yang bertindak sesuai UU tidak bisa dipidanakan. Pasalnya, UU ini sebagai payung hukum yang sangat penting bagi para konsultan pajak untuk menjalankan tugas profesionalnya.

Nantinya, kata dia, akan ada sertifikasi, baik bagi pensiunan Ditjen Pajak atau yang memiliki keahlian akan mendapatkan penghargaan. Bentuk penghargaan akan diatur dalam aturan organisasi atau UU.

“Seorang pensiunan Ditjen Pajak kan memiliki keahlian, dan itu harus diberikan penghargaan. Di saat rasio konsultan pajak yang masih rendah, sekitar 4000-5000, dengan masuknya pensiunan ini akan menambah jumlah banyak, dengan wajib pajak sekitar 32 juta, aturan yang makin rumit, datangnya pensiunan ini juga memberikan dukungan tersendiri terhadap jumlah konsultan pajak,” terang anggota Baleg itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Sri Mulyani: Ditagih Bayar Pajak Lebih Awal, Laporkan ke Saya

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati melarang petugas pajak memungut setoran pajak lebih awal atau biasa disebut ijon kepada para Wajib Pajak (WP) demi menutup target penerimaan pajak 2017. Jika ada tindakan seperti itu, WP diminta melaporkannya langsung ke Sri Mulyani.

"Saya tidak melakukan ijon. Saya melarang ijon dilakukan sejak saya kembali ke Indonesia karena praktik ini tidak baik, bukan praktik yang adil, dan ini akan merusak basis data perpajakan kita," tegas Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Jumat (17/11/2017).

Asal tahu, sistem ijon adalah pemungutan setoran pajak tahun depan yang dilakukan lebih awal untuk mengamankan penerimaan.

"Kalau didatangi aparat pajak dan diminta ijon, laporkan ke saya karena itu tidak seharusnya dilakukan. Saya lebih suka mengatakan penerimaan pajak sekian, murni penerimaan pajak di 2017, karena ini bagian dari membangun konfiden, mengelola kepercayaan, dan perekonomian," jelasnya.

Lebih jauh dia menegaskan, saat ini petugas pajak bekerja keras untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak, menggali potensi penerimaan pajak. Itulah yang disebut Sri Mulyani sebagai strategi optimalisasi dan dinamisasi.

Sebagai contoh, mengidentifikasi potensi penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditaksir mencapai 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), serta sektor lainnya. Termasuk konsolidasi data di internal Kementerian Keuangan, dan Kementerian/Lembaga lain.

"Hari-hari ini kita melakukan intensifikasi bukan mencari ijon karena kita tahu potensi penerimaan pajak kita besar. Kita hanya mengumpulkan pajak sesuai kewajiban WP yang diatur dalam UU, jadi membayar pajak tidak boleh ada pemaksaan, pemerasan, dan ijon, karena itu dilarang dan melanggar UU," tegas Sri Mulyani.

Untuk diketahui, penerimaan pajak hingga Oktober 2017 mencapai Rp 858,05 triliun atau 66,85 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya