Ditarget Kelar 2019, PUPR Tak Sulit Bebaskan Lahan Trans Papua

Trans Papua akan terbentang dari Sorong-Jayapura, lalu mengarah ke selatan hingga di Merauke.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 09 Jan 2018, 09:30 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2018, 09:30 WIB
Jalan Trans Papua (Foto: Dok Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR)
Jalan Trans Papua ruas Wamena-Habema (Foto: Dok Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR)
Liputan6.com, Jakarta

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan jalan nasional Trans Papua selesai pada 2019. Proyek tersebut merupakan agenda pemerintah untuk melakukan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok daerah.

Jalur dengan panjang lebih dari 4.200 kilometer (km) itu nantinya akan terbentang dari Sorong-Jayapura, lalu mengarah ke selatan hingga di Merauke.

Direktur Pembangunan Jalan Kementerian PUPR Achmad Gani Ghazali Akman mengatakan, pembebasan lahan bukan lagi menjadi hambatan untuk mewujudkan jalan nasional terpanjang di negeri ini.

"Pembebasan tanah milik masyarakat di Papua tidak sulit. Tanah adat milik beberapa suku diselesaikan secara hak ulayat oleh pemerintah daerah setempat," tukasnya kepada Liputan6.com di Bogor, seperti dikutip Selasa (9/1/2018).

Proyek Trans Papua sendiri terbagi di dua provinsi, yakni Provinsi Papua Barat dan Papua. Papua Barat terhitung memiliki dua ruas dengan panjang total 1070,62 km dan saat ini hanya 7,71 km saja yang belum tembus.

Sementara itu, Provinsi Papua memiliki sembilan ruas Trans Papua dengan panjang total 3.259,46 km. Jumlah jalur yang belum tembus di sana masih cukup besar, yakni sepanjang 366,5 km.

Gani menyampaikan, Kementerian PUPR akan menganggarkan lebih dari Rp 1 triliun untuk melanjutkan pembangunan Trans Papua pada 2018. "Kita akan anggarkan Rp 1,285 triliun untuk di (Provinsi) Papua, dan Papua Barat sebesar Rp 123 miliar," ucapnya.

 

 

Berlakukan Pembayaran Berkala untuk Bangun Jalan Perbatasan

Terkait pembangunan jalan lainnya di Papua, yaitu jalan perbatasan dengan Papua Nugini, Gani menyatakan itu masih akan sulit tembus pada 2019.

"Kendala utamanya di sana adalah kontur tanah, yang mana kita harus menembus pegunungan dengan membuat terowongan," dia menjelaskan.

Keadaan tersebut membuat Kementerian PUPR harus menginvestasikan dana dalam jumlah yang teramat besar. Rencananya, PUPR akan menerapkan skema pembayaran secara berkala (Availability Payment).

"Kita akan menghitung dulu berapa besaran biaya yang diperlukan untuk pembangunan ini. Jika sudah, itu kemudian akan dilelangkan kepada kontraktor yang juga akan menjadi investor awal," ujarnya.

"Biaya awal ditanggung oleh kontraktor. Nantinya, pemerintah akan mencicil utang untuk itu dalam jangka waktu 15-20 tahun. Uang yang harus dikeluarkan untuk proyek jalan perbatasan Papua terlalu besar, diperkirakan di atas Rp 20 triliun. APBN kita masih belum bisa mendanai itu," dia menandaskan.

 
 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya