Mengintip Dampak Blockhain, Teknologi Dibalik Mata Uang Digital

Teknologi blockhain ternyata lebih dari sebatas bitcoin dan cryptocurrency atau mata uang digital lainnya.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Mar 2018, 20:41 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2018, 20:41 WIB
Bitcoin
Ilustrasi Bitcoin (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - PT Computrade Technologi Internasional (CTI Group) menyatakan, adopsi blockhain ternyata lebih dari sebatas bitcoin dan cryptocurrency atau mata uang digital lainnya. Teknologi blockhain akan mengubah tatanan 19 industri di dunia. 

Secara definisi, blockchain adalah besaran digital yang terdesentralisasi, meliputi transaksi-transaksi, dan bekerja dengan data yang diatur melalui serangkaian catatan yang disebut blok. Sistem blockchain juga diklaim memiliki proteksi yang tinggi.

"Teknologi blockhain memang mulai mencuat ke publik berkat Bitcoin. Banyak orang kemudian mempersepsikan, dua hal tersebut sama. Padahal sebenarnya potensi yang dihasilkan dari blockhain jauh lebih luas dari sekedar mata uang digital," jelas Direktur CTI Group, Rachmat Gunawandi Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Mengutip pernyataan para pakar teknologi, dia memprediksi blockhain akan mendisrupsi 19 industri. Sektor keuangan misalnya, di mana teknologi itu bisa menghilangkan fungsi perantara dalam proses transaksi antara dua belah pihak.

Selain itu, Rachmat menjelaskan, blockhain juga dapat berdampak pada sektor kesehatan untuk membantu proses diagnosis pasien yang lebih cepat dan akurat.

Menurut data dari lembaga riset Gartner, nilai bisnis yang akan diciptakan oleh adopsi blockhain secara global akan meningkat menjadi US$ 176 miliar pada 2025, dan akan melonjak menjadi US$ 3,1 triliun pada 2030.

Mayoritas inisiatif terkait blockhain berada di sektor jasa keuangan, termasuk perbankan. Diikuti oleh pemerintahan, energi dan supply chain. Gartner juga memprediksi, industri perbankan akan mendapatkan nilai bisnis sebesar US$ 1 miliar dari adopsi blockhain hingga akhir 2020, khususnya dari penggunaan mata uang digital.

Lebih lanjut Rachmat menambahkan, untuk dapat sukses mengadopsi blockhain, perusahaan perlu melakukan beragam pendekatan yang memerhatikan beberapa aspek seperti proses bisnis, teknologi, operasional, skill, budaya perusahaan, hingga kematangan digital perusahaan itu.

"Selain itu, bisnis juga perlu mempertimbangkan tantangan yang mungkin hadir dari adopsi blockhain, seperti kesulitan memilih platform yang keandalannya belum teruji. Blockhain kan market, ketersediaan skill, manajemen data, dan keamanannya masih terbilang baru," pungkas Rachmat.

Ketimbang Melarang, Pemerintah Lebih Baik Atur Bitcoin

Bitcoin
Ilustrasi Bitcoin (iStockPhoto)

Uang digital bitcoin kini semakin banyak dipakai sebagai alat transaksi pembayaran oleh masyarakat dunia. Meski demikian, bank sentral di dunia seperti Bank Indonesia (BI) masih khawatir akan keberadaan dan penggunaan uang digital ini di tengah masyarakat.

Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Chatib Basri justru berpandangan sebaliknya. Menurut dia, pemerintah sebaiknya dapat menerima keberadaan bitcoin sebagai mata uang digital.

"Beberapa saat lalu, ada anak MIT (Massachusets Institute of Technology, Amerika Serikat) yang memperkenalkan Bucket, sebuah layanan yang mendigitalisasi uang kembalian. Ini adalah bentuk digital currency, di mana uang kembalian logam sudah tidak berguna," tukasnya di Hote Ritz Carlton, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Layanan Bucket tersebut, papar Chatib, telah berhasil mengkonversikan bentuk fisik uang kembalian ke dalam bentuk Apple Pay atau voucher. Jumlah uang logam yang ada di Amerika Serikat sendiri diperkirakan sebesar US$ 9 miliar.

Dia melanjutkan, proses pembayaran di masa depan nantinya sudah tidak lagi mengandalkan sistem perbankan, melainkan dengan memanfaatkan kemudahan digital lewat dunia maya.

"Jadi yang mau saya bilang, suatu hari nanti pesan barangnya lewat online, dan bayarnya sudah enggak pake atm lagi. Sistem wallet-nya lewat handphone kita, semuanya masuk ke dunia maya," ujar dia.

Selain itu, Chatib menyatakan, bahwa pemerintah melalui bank sentral harus sudah bisa melihat fakta perkembangan uang digital tersebut. Meskipun dinilai berbahaya, kehadiran bitcoin tidak dapat terus menerus dilarang.

"Kalau bitcoin dilarang, sekarang ada enggak yang bisa yakin bahwa bitcoin tetap enggak berjalan? Seharusnya pemerintah merubah pola pandangnya, membuat regulasi terkait itu," dia menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya