Dana Pemda yang Terparkir di Bank Naik Jadi Rp 160 Triliun

Dana simpanan pemda di bank secara nasional mencapai Rp 160,57 triliun per akhir Februari 2018.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Mar 2018, 08:20 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2018, 08:20 WIB
Simpanan di perbankan
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dana simpanan pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di bank secara nasional mencapai Rp 160,57 triliun per akhir Februari 2018. Jumlah tersebut naik Rp 20,35 triliun dibanding Januari, tapi turun dari periode yang sama pada 2017.

Dari data yang diterima Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan yang diperoleh Liputan6.com, Jakarta, Minggu (25/3/2018), posisi simpanan pemda di bank per akhir Februari tahun ini senilai Rp 160,57 triliun atau turun sebesar Rp 7,86 triliun atau 4,7 persen dari posisi Februari 2017 sebesar Rp 168,43 triliun.

Akan tetapi, dana simpanan di akhir Februari 2018 meningkat signifikan sebesar Rp 20,35 triliun atau 14,5 persen dari posisi Januari yang sebesar Rp 140,2 triliun.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, mengatakan peningkatan dana simpanan pemda tersebut disebabkan adanya surplus konsolidasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Februari 2018.

"Terutama karena realisasi pendapatan daerah di Februari 2018 lebih besar daripada realisasi belanja daerah di bulan yang sama," ujar dia.

Adapun realisasi pendapatan daerah pada bulan kedua ini mencapai Rp 65,47 triliun, termasuk realisasi pernyaluran dana tranfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 46,7 triliun.

Sementara realisasi belanja daerah hanya mencapai Rp 41 triliun atau naik sebesar Rp 8,9 triliun jika dibandingkan dengan realisasinya pada Januari 2018 yang mencapai Rp 32,1 triliun.

Boediarso mengungkapkan, masih rendahnya realisasi penyerapan belanja daerah pada Februari 2018 karena pada awal tahun, pemda pada umumnya baru merealisasikan penyerapan belanja operasional.

"Sedangkan penyerapan belanja modal belum optimal, karena beberapa faktor, misalnya proses pemilihan penyedia barang dan jasa (lelang barang) masih berjalan, pembebasan lahan yang belum tuntas, dan lainnya," ujarnya.

 

 

Pemda dengan Dana Simpanan Terbanyak di Bank

Layanan Perbankan di Masa Libur Idul Fitri
Petugas menghitung uang rupiah di cabang Bank Mandiri Pertamina UPMS III, Jakarta, Rabu (28/6). Bank Mandiri mengoperasikan 319 kantor cabang se-Indonesia secara bergantian pada musim liburan Idul Fitri 26-30 Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Data DJPK Kemenkeu juga menyebut jumlah agregat dana simpanan pemerintah provinsi di perbankan pada akhir Februari 2018 mencapai Rp 55,1 triliun. Jumlah ini lebih tinggi Rp 4,1 triliun atau 8,1 persen dari posisi Januari ini sebesar Rp 50,95 triliun. 

Jumlah agregat dana simpanan pemda kabupaten di perbankan di Februari 2018 mencapai Rp 79,1 triliun atau naik Rp 12,3 triliun atau 18,4 persen dari posisi bulan sebelumnya sebesar Rp 66,9 triliun.

Sementara jumlah agregat dana simpanan pemda kota di perbankan pada bulan yang sama sebesar Rp 26,4 triliun. Jumlah ini naik Rp 3,95 triliun atau 17,6 persen dari posisinya pada akhir Januari 2018 sebesar Rp 22,4 triliun.

Dana simpanan pemda di bank merupakan pendapatan APBD yang belum dapat digunakan untuk mendanai rencana belanja daerah. Hal ini karena sebagian kegiatan fisik atau proyek belum dilaksanakan, atau kegiatannya sudah dilaksanakan namun belum selesai, sehingga belum dapat dilunasi pembayarannya.

"Jadi tidak berarti semua simpanan dana pemda tersebut merupakan dana yang menganggur (dana idle)," ucap Boediarso.

Menurut dia, sepanjang jumlah dana simpanan tersebut masih sesuai dengan kebutuhan belanja operasi dan belanja modal untuk tiga bulan ke depan, maka hal tersebut masih tergolong wajar.

"Tapi jika jumlahnya sudah melampaui dari kebutuhan belanja operasional dan belanja modal tiga bulan ke depan, maka harus diwaspadai karena berpotensi terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan atau proyek fisik yang mungkin diperlukan untuk penyediaan infrastruktur pelayanan publik," tandas Boediarso.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya