BI Akui Intervensi Pasar Besar-besaran demi Jaga Rupiah

Rupiah yang pada hari Jumat sempat terdepresiasi sebesar -0,70 persen, pada Senin ini hanya melemah -0,12 persen.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 24 Apr 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2018, 09:00 WIB
Rupiah Tembus 13.820 per Dolar AS
Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pagi ini melemah ke posisi di Rp 13.820. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melanjutkan tren pelemahan pada awal pekan ini. Bahkan kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) mulai mendekati angka 13.900 per dolar AS.

Melihat pelemahan nilai tukar rupiah ini, Bank Indonesia mengaku telah melakukan intervensi di pasar secara besar-besaran. Terbukti pada kemarin pelemahan rupiah bisa diminimalisasi.

"Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (IDR) sesuai fundamentalnya, Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar," kata Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo kepada wartawan, Selasa (24/4/2018).

Disebutkan Agus, rupiah yang pada Jumat pekan lalu sempat terdepresiasi sebesar -0,70 persen, pada Senin ini hanya melemah -0,12 persen. Angka ini lebih rendah daripada depresiasi yang terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti Filipina PHP -0,32 persen, India INR -0,56 persen, Thai THB -0,57 persen, Meksiko MXN -0,89 persen, dan Afrika Selatan ZAR -1,06 persen.

Gambaran serupa juga tampak dalam periode waktu yang lebih panjang. Dengan dukungan upaya stabilisasi oleh BI, sejak awal April (mtd), rupiah melemah -0,91 persen, lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti THB -1,04 persen, INR -1,96 persen, MXN -2,76 persen, ZAR -3,30 persen.

Demikian pula, sejak awal tahun 2018 (ytd) IDR melemah -2,35 persen, juga lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti BRL -3,06 persen, INR -3,92 persen, PHP -4,46 persen, dan Turkey TRY -7,17 persen.

Agus menegaskan, Bank Indonesia akan terus memonitor dan mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah. Ini baik yang dipicu oleh gejolak global, seperti dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-China, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Infonesia.

Selain itu, risiko yang bersumber dari kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik, terkait kebutuhan pembayaran impor, ULN, dan dividen yang biasanya cenderung meningkat pada triwulan II.

"Untuk itu, Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya," dia menandaskan.

Tonton Video Ini:

Rupiah Keok Dihajar Dolar AS, Apa Dampaknya ke Industri dan Utang RI?

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tentu membawa dampak bagi perekonomian Indonesia. Pasalnya, mata uang Garuda diprediksi akan terus merosot ke level Rp 14 ribu per dolar AS hingga akhir tahun ini.

"Pelemahan nilai tukar rupiah diprediksi akan terus berlanjut dan tembus Rp 14.000 hingga akhir 2018," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (23/4/2018).

Menurut dia, kondisi pelemahan kurs rupiah memengaruhi tiga hal. Pertama, sambung Bhima, neraca perdagangan terancam kembali defisit karena biaya bahan baku impor meningkat.

"Beberapa industri seperti tekstil, farmasi, besi baja yang sebagian besar bahan bakunya bergantung impor akan terkena imbas paling besar," ujarnya.

Dampak kedua, dia menambahkan, risiko gagal bayar swasta meningkat. Swasta harus membayar dengan dolar AS, sementara pendapatannya diperoleh menggunakan mata uang rupiah. Selisih kurs berisiko mengganggu keuangan perusahaan swasta. Apalagi tidak semua utang luar negeri swasta di hedging (lindung nilai).

Sedangkan ketiga, Bhima menjelaskan, untuk efek ke utang pemerintah, pelemahan rupiah membuat kewajiban membayar cicilan pokok dan bunga utang luar negeri dalam bentuk valas akan membesar. Ruang fiskal akan semakin sempit, dalam jangka panjang defisit keseimbangan primer membengkak.

"Untuk antisipasi pelemahan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia, selain menggunakan cadangan devisa, perkiraan saya juga akan menaikkan 7-days repo rate 25-50 bps di semester II-2018," tandas Bhima.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya