Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini bukan merupakan sinyal lampu kuning krisis. Sebab banyak faktor yang bisa menjadi indikator krisisnya perekonomian suatu bangsa.
"Kalau kita lihat krisis sebelumnya di berbagai dunia, krisis itu bisa dilihat dari beberapa faktor. Satu, defisit transaksi berjalan yang tidak terkendali. Kalau Indonesia hitungannya yang aman itu tidak lebih dari 3 persen," kata dia di kantornya, Jumat (25/5/2018).
Kedua, lanjutnya, adalah utang luar negeri yang tidak terbayarkan atau ada gangguan dalam membayar utang luar neger.
Advertisement
"Kemudian, kalau dalam perkembangan sehari-hari adalah tingkat depresiasi yang sangat besar dan tinggi," ujarnya.
Dari semua indikator tersebut, kondisi perekonomian Indonesia dinilai masih dalam kondisi yang relatif aman.
"CAD tidak lebih dari 2,5 persen dari PDB, utang luar negeri debt to GDP masih sangat rendah dibanding peer group. Depresiasi 4,3 persen dan masih lebih rendah dengan negara lain. Memang lebih tinggi dibanding negara-negara dengan current account surplus, tapi dibanding dengan negara yang current account deficit kita relatif rendah."
Dia mengungkapkan, Indonesia sudah pernah melalui beberapa kondisi yang lebih sulit dari saat ini. Salah satunya tekanan dari revisi pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2015 silam. Dan Indonesia berhasil melewatinya dengan baik.
"Saya tekankan, kita telah melalui episode yang tekanannya jauh lebih tinggi. Pada tapper tantrum itu tingkat tekanannya lebih tinggi. Bahkan Tahun 2015 revisi PE china yang mengejutkan juga terjadi revearsal yang seperti ini. Yang terjadi sekarang itu jauh lebih kecil dari episode itu. Padahal episode tersebut menurut berbagai indikator juga tidak mendekati krisis," jelas dia.
Kendati demikian, dia menyatakan BI akan selalu waspada dan hati-hati. "Saya tidak ingin mengatakan kita tidak waspada, bank sentral itu harus causious tapi tentu dengan perhitungan yang tadi saya katakan bahwa kita akan melakukan fokus langkah stabilisasi nilai tukar," dia menambahkan.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Bos BEI Minta BI dan Pemerintah Yakinkan Investor soal Ekonomi RI
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menyarankan otoritas moneter atau Bank Indonesia (BI) agar terus meyakinkan investor dan masyarakat terkait kondisi pelemahan rupiah yang terus merosot. Dia menyinggung soal redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah.
"Kalau seorang pejabat otoritas moneter mengatakan redenominasi nanti bisa satu dolar satu juta bagaimana, ya jangan begitu dong. Itu sama saja menganggap bahwa masa depan Indonesia lebih buruk dari masa sekarang," tuturnya di Jakarta Kamis (24/5/2018).
Baca Juga
Tito lebih jauh menjelaskan otoritas moneter seharusnya mampu menciptakan rasa aman kepada masyarakat.
"Mari kita bersama meyakinkan ke masyarakat bahwa masa depan Republik ini lebih baik dari masa sekarang. Dan ini jelas adalah tugas wibawa dari otoritas moneter dan juga otoritas fiskal. Jadi bukan saya tidak setuju dengan redenominasi rupiah ini," kata dia.
Dia pun mengingatkan kepada pemerintah untuk meyakinkan investor maupun publik bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sehat.
"Otoritas fiskal juga sebaiknya berbicara hal yang sama kepada publik dan menekankan masyarakat bahwa APBN kita cukup kuat ke depannya untuk membayar kewajiban utang," Tito menambahkan.
Tito menegaskan fundamental ekonomi Indonesia masih stabil dan kuat.
"Ekonomi kita relatif stabil kok, fundamental currency kita terhadap dolar AS (rupiah) tidak selemah yang dipikirkan. Kami mengharapkan otoritas moneter bisa meyakinkan masyarakat bahwa secara fundamental ekonomi kita tidak lemah," pungkasnya.
Advertisement