Kirim Dokter ke Pedalaman, Infrastruktur Harus Disiapkan

Pemerintah disarankan turut mempersiapkan insentif berupa infrastruktur yang menunjang sebelum mengirim tenaga ahli ke daerah terpencil.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 11 Jul 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2018, 15:00 WIB
(Foto:Liputan6.com/Tommy Kurnia)
dr. Mochammad Fadjar Wibowo, Outreach & Partnership Coordinator dari CISDI (Foto:Liputan6.com/Tommy Kurnia)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah disarankan turut mempersiapkan insentif berupa infrastruktur yang menunjang sebelum mengirim tenaga ahli seperti dokter ke daerah terpencil.

Lantaran infrastruktur mumpuni dibutuhkan oleh tenaga ahli agar dapat mengoptimalkan keahliannya dalam membantu masyarakat setempat.

dr. Mochammad Fadjar Wibowo, Outreach & Partnership Coordinator dari CISDI (Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives) menyampaikan hal tersebut. Ia menuturkan, masih ada daerah yang secara geografis butuh insentif dalam infrastruktur.

"Di daerah, terutama (beberapa daerah) Papua, isu utamanya infrastruktur. Itu kalau kita mengirim dokter atau tenaga kesehatan, achievement Pemerintah tidak akan terlalu tinggi. Karena, sepintar apapun dokter atau tenaga kesehatan yang dikirim, bila fasilitas penunjangnya belum bagus, itu hasilnya tidak akan memuaskan," ujar dia pada Liputan6.com di sela acara Indonesia Development Forum (IDF) di Jakarta, Rabu (11/7/2018).

Ia memberi contoh saat proses persalinan, tapi alat bantunya tidak lengkap, jadi angka kematian bayi masih tinggi. Selain itu, ketika puskesmas yang tidak ada listrik sehingga alat tak bisa terpakai. Jadi fasilitas dasar lain juga dibutuhkan.

"Dokter itu untuk mereka bisa retain (menetap) di suatu daerah, mereka butuh fasilitas dasar hidup yang baik seperti rumah, pasar, sekolah, untuk istri dan keluarga. Kalau mereka bertahan lama, fasilitas kesehatan juga beroperasi lebih lama, dan efeknya ke indikator kesehatan masyarakat," tutur dia.

Fadjar menjelaskan, sudah ada daerah Papua yang sudah memiliki fasilitas terbilang baik. Langkah selanjutnya adalah memberi insentif lain seperti transparansi dalam perekrutan dokter.

Fadjar yang aktif mengurus puskesmas di Papua Barat berharap pemilihan dokter yang ingin mengabdi supaya lebih transparan. Tujuannya, agar dokter yang benar-benar ingin mengabdi dapat diberi kesempatan.

"Bila metode tidak transparan, retainment (menetapnya) dokternya akan lebih rendah. Tapi kalau direkrut transparan, cenderung akan berpikir dua kali untuk pindah dari Papua atau Papua Barat untuk pindah (sebelum kontrak selesai)," ucap dia.

Fadjar pun mengungkapkan tentang beragamnya isu yang dihadapi di daerah, dan semuanya harus ditangani secara berkelanjutan.

"Jadi isunya sangat beragam. Bila di daerah yang sangat rural, infrastruktur dulu kita kuatkan. Ketika daerah sudah tidak rural, selanjutnya masalah listrik dan jalan. Kemudian ketika infrastruktur sudah selesai, selanjutnya birokrasi diperkuat seperti meningkatkan transparansi," tutur dia.

 

Jokowi: Pembangunan Infrastruktur itu Bangun Peradaban

Bahas RKUHP, Presiden Jokowi Bertemu Pimpinan KPK
Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7). Pertemuan tersebut untuk membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan peradaban dan menjadi penghubung pertemuan beragam budaya nusantara.

"Ketika kita membangun infrastruktur fisik seperti jalan tol, bandara, MRT, LRT, kita sesungguhnya membangun peradaban, membangun konektivitas budaya, membangun infrastruktur budaya," kata Jokowi saat memberikan kuliah umum di depan ribuan mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Sabtu 23 Juni 2018.

Ia menuturkan, upaya pemerintah dalam tiga tahun terakhir menggenjot pembangunan infrastruktur seperti jalan Trans Papua, Trans Sumatera, dan Trans Kalimantan, serta pelabuhan dan bandara hendaknya tidak hanya dimaknai sebagai pembangunan infrastruktur.

"Jangan pula dimaknai untuk pembangunan ekonomi semata, ini masih banyak yang keliru. Tetapi pembangunan infrastruktur itu adalah bagian penting dari pembangunan infrastruktur budaya. Infrastruktur yang akan semakin mempersatukan 714 suku bangsa di bumi Nusantara," kata Jokowiseperti dilansir dari Antara.

"Sehingga semakin merasakan bahwa kita ini satu bangsa, satu Tanah Air, dan saling menginspirasi," ia menambahkan.

Ia menjelaskan, pembangunan infrastruktur fisik di daerah perbatasan dan terpencil serta pulau-pulau terdepan pada dasarnya juga ditujukan untuk membangun karakter bangsa.

"Bahwa saudara kita di wilayah tersebut, harus merasa menjadi bagian dari Indonesia, satu bangsa, satu Tanah Air, dan bangga menjadi warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Jokowi.

Presiden Jokowi menambahkan, pembangunan sarana transportasi massal seperti LRT dan MRT sebenarnya juga merupakan bagian dari upaya membangun budaya baru untuk mencintai transportasi massal, membangun budaya tepat waktu dan antre.

Dalam acara yang dihadiri para rektor perguruan tinggi seni di Indonesia itu, dia juga menekankan bahwa pembangunan infrastruktur harus diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

"Sekarang bukan lagi negara kuat yang menguasai negara yang lemah, bukan negara besar menguasai yang kecil, yang terjadi adalah negara yang cepat akan menguasai negara yang lambat. Perubahan terjadi begitu cepat, sehingga yang lambat beradaptasi akan tertingggal," ujar Jokowi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya