Petani di 3 Wilayah Kini Bisa Mengeringkan Jagung Tanpa Matahari

Dengan adanya fasilitas ini, diharapkan dapat menghemat biaya pengeringan, transportasi, dan membuat nilai jual jagung petani menjadi lebih tinggi.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Agu 2018, 11:45 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2018, 11:45 WIB
Mobil pengering jagung (Mobile Corn Dryer). Foto: Liputan6.com/Septian Deny)
Mobil pengering jagung (Mobile Corn Dryer). Foto: Liputan6.com/Septian Deny)
Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan PT Charoen Pokphand Indonesia meluncurkan secara perdana mobil pengering jagung (Mobile Corn Dryer). Pada tahap awal, fasilitas ini bisa dimanfaatkan para petani jagung di Lampung, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
 
Komisaris Utama Charoen Pokphand Indonesia, T Hadi Gunawan, mengatakan tujuan dari mobil pengering jagung ini adalah untuk menjangkau para petani di lokasi-lokasi terpencil. Sebab, selama ini para petani tersebut hanya mengandalkan sinar matahari untuk mengeringkan hasil produksi jagungnya.
 
"Kami bekerja sama dengan Kementan mengembangkan fasilitas pengeringan jagung yang dapat berpindah-pindah, yaitu Mobile Corn Dryer. Ini diharapkan bermanfaat bagi petani jagung. Kami akan mengirimkan pengering ini ke sentra-sentra produksi jagung, terutama ke lokasi yang jauh," ujar dia di Kantor Kementan, Jakarta, Jumat (3/8/2018).
 
Dengan adanya fasilitas ini diharapkan dapat menghemat biaya pengeringan, transportasi dan membuat nilai jual jagung petani menjadi lebih tinggi. Sehingga pada ujungnya akan menyejahterakan para petani.
 
‎"Ini bisa mengurangi biaya handling, transportasi, menghindari penurunan nilai jagung pascapanen‎. Pelepasan mobil pengering jagung ini untuk‎ dukung program swasembada pangan," kata dia.
 
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, selama ini para petani jagung kerap mengalami kesulitan dalam mengeringkan jagung hasil panennya. Sebab, para petani masih sangat bergantung dengan panas dari cahaya matahari.
 
"Ini merupakan harapan petani agar bisa mengeringkan jagungnya pascapanen. Khususnya saat musim hujan itu kesulitan dan sejak dulu belum pernak dibantu penyelesaiannya‎," kata dia.
 
Adanya mobil pengering ini, ucap Winarno, diharapkan bisa bermanfaat bagi para petani kecil, sehingga bisa menghemat biaya panen yang harus dikeluarkan para petani tersebut.
 
"Dengan ini petani-petani kecil bisa langsung, tidak perlu menunggu. Kita akan atur agar tidak berebutan. Juga perawatan supaya jangka panjang, termasuk biaya operasional, beli solar, service dan lain-lain," tandas dia.

Produksi Mencukupi, RI Tak Perlu Impor Benih‎ Jagung

Panen Raya, Petani Tuban Hasilkan 33,7 Ton Jagung
Hamparan ladang jagung saat panen raya di Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3). Panen raya tersebut menghasilkan 33,7 ton jagung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia dinilai tidak perlu lagi mengimpor benih jagung. Ini karena produsen dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan benih nasional.

Sekretaris Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola mengatakan,‎ kebutuhan benih jagung nasional sekitar 80 ribu ton-100 ribu ton per tahun. Kebutuhan ini dihitung dari luas areal tanaman jagung 4 juta ha dengan asumsi kebutuhan benih 20 kg per ha sampai 25 kg per ha.

“Kebutuhan ini dapat dipenuhi produsen benih nasional maupun multinasional. Jadi, kita tidak perlu lagi impor benih jagung,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (27/7/2018).

Namun, ucap Sola, untuk kebutuhan benih secara mendadak, sulit dipenuhi. "Produksi benih ini direncanakan setahun sebelumnya. Jadi, kalau permintaan mendadak, ya, sulit dipenuhi,” lanjut dia.

Menurut dia, beberapa daerah belakangan ini mengeluhkan kesulitan mendapatkan benih jagung hibrida. Hal ini terjadi karena memang di luar jadwal produksi produsen. “Produsen benih itu mempersiapkan stok menjelang musim tanam di setiap wilayah,” kata dia.

Solar menambahkan, kurangnya benih juga disebabkan dinas-dinas pertanian mengejar serapan anggaran target Luas Tambah Tanam (LTT) jagung.

Pengamatan di lapangan banyak dinas atau daerah yang memaksakan pengadaan benih atau pembagian benih kepada petani di luar musim tanam, sehingga benih tidak tersedia.

"Pengusaha benih jangan terlalu gampang menggantungkan impor karena ketika Indonesia mau ekspor sulit mendapatkan izin dari negara tujuan. India misalnya, minta benih jagung dari Indonesia. Namun, permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena izin ekspor sulit didapatkan," ungkap dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya