Investasi Bakal Tumbuh 7 Persen Usai Pengumuman Capres dan Cawapres

Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menuturkan, pelaku pasar tak lagi khawatir dan tidak menahan diri untuk investasi.

oleh Merdeka.com diperbarui 10 Agu 2018, 14:58 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2018, 14:58 WIB
20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution prediksi investasi tumbuh sekitar tujuh persen usai pengumuman calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan umum 2019 mendatang.

Hal ini karena pelaku pasar tak lagi khawatir dan tidak manahan diri untuk investasi. "Ya memang kuartal kemarin itu, agak rendah yah sedikit dibawah 6 persen ya. Dibanding kuartal sebelumnya itu 7,95 persen. Ya, kita optimis akan kembali ke angka 7an itu," ujar Menko Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (10/8/2018).

Darmin mengatakan, selain karena optimisme pasar, pertumbuhan investasi juga didukung oleh sistem perizinan terpadu secara online atau online single submission (OSS) yang telah diluncurkan pemerintah pada Juli 2018. 

"Ya dan coba saja lihat, walaupun ini 70 persen dalam negeri di OSS. Banyak sekali orang, kalian sendiri malah lihat. Kita kewalahan kemarin makanya dibatasi 300 sehari padahal jam 09.00 sudah habis nomor antrean. Yang saya bilang, sudah jangan di kasih batasan namanya orang investasi. Jadi kita optimis," ujar dia. 

Darmin Nasution menambahkan, sistem perizinan OSS ini memberi banyak kemudahan bagi investor. Sebab, pemerintah menyediakan sejumlah kebijakan fiskal yang menguntungkan bagi investor jika menanamkan dananya di Indonesia. 

"OSS memang fungsi ke sana. Ketika dirumuskan waktu itu bersama-sama bersama fasiltas perpajakan baik tax holiday, tax allowence, mini tax holiday nya dan super deduction. Yang belum sepenuhnya terlaksana baru akan mulai tahun depan adalah pengembangan pendidikan dan vokasi," ujar dia. 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

RI Perlu Dongkrak Investasi dan Belanja Pemerintah

20151113-Ilustrasi Investasi
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen. Angka ini turut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi semester I 2018 sebesar 5,17 persen.

Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan, pencapaian pertumbuhan ini cukup bagus mengingat pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018. 

Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal selanjutnya dapat ditingkatkan. Pertama, belanja pemerintah harus digalakkan sehingga tidak menumpuk di kuartal IV. 

"Kita semua pasti berharap angka 5,27 persen itu tercapai di triwulan selanjutnya. Tentunya untuk menjaga ke sana seperti saya sampaikan inflasi terkendali sehingga konsumsi rumah tangga masih bagus," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin 6 Agustus 2018.

"Realisasi pencairan atau serapan dari konsumsi belanja pemerintah harus terus digalakkan, jangan numpuk di triwulan keempat. Tapi, perlu menyebar rata dari triwulan satu hingga triwulan keempat," tambah dia.

Selain belanja, sektor lain yang harus digenjot oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu meningkatkan investasi. Sebab, pada kuartal II 2018, investasi hanya mencapai 5,87 persen secara year on year (yoy).

"Untuk menggerakkan investasi kita harus memberi kepercayaan kepada investor bahwa ekonomi kita tumbuh bagus, situasi politik juga stabil dan tentunya kita tetap menjaga kesatuan supaya tidak ada isu-isu miring,” ujar dia.

"Kemarin OSS (online single submission) merupakan terobosan supaya investor bisa mendapatkan izin lebih mudah. Itu tujuan ke sana," tambah Kecuk. 

Sementara itu, faktor yang perlu diwaspadai ke depan ialah ketergantungan Indonesia terhadap impor. Nilai impor Indonesia secara kumulatif periode Januari-Juni 2018 mencapai USD 89,04 miliar atau naik 23,10 persen dari Januari-Juni 2017. 

"Kita lihat lagi iramanya, karena salah satu kendala kita waspadai adalah kenaikan impor yang lebih tinggi. Di manapun kalau impornya lebih tinggi jadi faktor pengurang dan agak mengerek ke bawah dan itu perlu menjadi perhatian," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya