OJK Ungkap Kasus Tindak Pidana BPR MAMS di Bekasi

OJK mengungkap kasus tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Komisaris PT BPR Multi Artha Mas Sejahtera.

oleh Merdeka.com diperbarui 21 Agu 2018, 12:55 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2018, 12:55 WIB
(Foto: Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kasus tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Komisaris PT Bank Perkreditan Rakyat (BRR) Multi Artha Mas Sejahtera. (Foto: Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kasus tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Komisaris PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Multi Artha Mas Sejahtera (MAMS), berinisial H dengan nilai Rp 6,280 miliar. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi.

Diketahui, OJK sebagai otoritas pengatur dan pengawas lembaga jasa keuangan telah mencabut izin usaha BPR Multi Artha Mas Sejahtera yang berada di Kota Bekasi.

Pencabutan izin ini dikeluarkan melalui keputusan Dewan Komisioner (KDK) Nomor 16/KDK.03/2016 tanggal 21 Desember 2016 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Multi Artha Mas Sejahtera.

Kepala Dapartemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan, Rokhmad Sunanto mengungkap motif yang dilakukan Komisaris BPR MAMS tersebut yakni dengan membuat catatan palsu pada pembukuan pelaporan keuangan.

Dengan sengaja, BPR MAMS tidak melakukan pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan kegiatan usaha, transaksi ke rekenig perusahaan tersebut.

"Tahun 2013 komisaris BPR ini memang sudah punya niat jahat membuat atau membuka rekening pribadi di BCA. Tujuannya dengan adanya rekening itu, dia memerintahkan direktur oprasional untuk memindahkan keuangan dari BPR ke rekening pribadi supaya bunganya lebih besar," ujar dia saat konferensi pers di Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Rokhmad mengatakan, dalam melakukan penyidikan OJK tidak serta merta langsung melakukan tindakan. Terlebih ada beberapa tahapan yang dilakukan, yakni dengan cara melakukan pembinaan terlebih dahulu.

"Loh kok ini ada pentransferan, ini enggak boleh harus menggunakan rekening perusahaan tapi justru malah ke rekening pribadi. OJK melakukan penyidikan ada tahapannya," ujar dia.

"Begitu ada kekeliruan dilakukan pembinaan dulu. Tujuannya jangan sampai ada proses hukum ke bank ini supaya tidak ada pengaruh keperekonomian negara," tutur dia.

Rokhmad melanjutkan, dalam kasus ini, OJK sebetulnya sudah menemukan langkah-langkah dalam melakukan penindakan.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

 


Dilimpahkan ke Bareskrim

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam langkah sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun, nyatanya BPR masih tetap tidak mau mendengarkan apa yang sudah di sarankan oleh OJK. Jadi pada 2016 lalu kasus ini diserahkan dan dilakukan lroses penyelidikan lebih dalam.

"Tahapannya dia membuka rekening secara berangsur masuk RP 5 miliar dari 2013 sampai 2016. Ada juga dari giro Rp 480 juta. Ada pelunasan kredit nasabah sebesar Rp 500 juta dan dimasukan ke rekening pribadi. Ditambah dia menjual mobil inventaris perusahaan bank dua unit senilai Rp 300 juta. Total kerugian Rp 6,280 miliar," tutur dia.

"Uang itu untuk kepentingan pribadi. Ternyata dia mempunyai usaha lain lising alat berat. Dan disewakan dan dia juga masuk kontraktor properti dan tidak bisa kembalikan uangnya, tekor dia, tidak tanggung jawab," sambung Rokhmad.

Lebih lanjut Rokhmad mengatakan, proses hukum ini sudah selesai pada 9 Juli 2018. Pada 16 Agustus tersangka dan barang bukti seharusnya sudah diserahkan ke pihak Jaksa Agung, namun karena ada urusan lain maka ditunda hingga pada hari ini.

"Proses hukum ini sudah selesai oleh jasa penuntut umum tanggal 9 juli 2018. Kemudian tanggal 16 Agustus tersangka dan barang bukti harusnya langsung diserahkan. Namun dia ada kerjaan lain pergi ke Sorong dan dijemput paksa. Tanggal 21 Agustus tersangka dan barang bukti diserahkan ke Jaksa Agung," tutur dia.

Ia menuturkan, OJK akan melimpahkan kasus tindak pidana pencucian uang (TTPU) ke Bareskim Polri untuk menelusuri aset yang digunakan kemana saja.

"Aset tersebut akan di sita harta kekayaan di bawah pengawasan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya