Liputan6.com, Tanjung Uban - Sejak program mandatori perluasan implementasi Biodiesel 20 persen (B20) berlaku 1 September 2018, Pertamina telah menyalurkan Fatty Acid Methyl Eter (FAME) sebagai bahan campuran solar pada kisaran 159.988 KL atau sekitar 38 persen dari alokasi bulanan. Jumlah tersebut terdiri dari FAME untuk PSO sebesar 116.422 KL dan FAME untuk Non-PSO sebesar 43.566 KL.
Hingga kini, alokasi FAME Pertamina dari Pemerintah (Dirjen EBTKE), baik untuk PSO dan Non-PSO untuk periode Januari - September 2018 sebesar 2.265.189 KL.
Direktur Logistik Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina, Gandhi Sriwidodo menyatakan 69 dari 112 terminal BBM (TBBM) yang ada sudah mulai menyalurkan FAME hanya dalam dua pekan pelaksanaan mandatori, tepatnya hingga 14 September 2018. Hal itu membuktikan secara teknis, Pertamina sudah siap mendukung penerapan B20 untuk semua sektor.
Advertisement
"Secara teknis operasi, kami sudah siap apakah di tangki, kapal, atau bahkan mobil tangki. Kami sudah bisa blending. Tinggal pasokannya saja," kata Gandhi dalam peninjauan ke TBBM Tanjung Uban, Bintan, Kepulauan Riau, Sabtu (15/9/2018).
Baca Juga
Sembilan TBBM terbaru yang menyalurkan FAME adalah TBBM Cepu, Cilacap, Palopo, Bima, Reo, Kolaka, Tual, Badas dan Ketapang. Ia menargetkan enam TBBM lain akan bisa menerima suplai FAME pada minggu kedua September 2018 yang meliputi TBBM Kendari, Tahuna, Banggai, Luwuk, Maumere, dan Waingapu.
"Kami estimasi pada minggu ketiga sampai keempat September, realisasi penyaluran akan bertambah lagi karena suplai FAME dari BU BBN (Badan Usaha Bahan Bakar Nabati) akan masuk ke Terminal BBM Utama sehingga 32 TBBM lainnya dapat menyalurkan B20 juga untuk semua sektor," ujarnya.
Khusus TBBM Wayame, ia menyatakan lokasi itu bakal menjadi pusat penyaluran B20 untuk wilayah Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Hingga saat ini, TBBM Wayame belum memperoleh pasokan FAME dari BU BBN di Bitung dan Gresik. Ia menduga hal itu lantaran masih berlangsungnya tahap persiapan.
"Kan mandatori baru berlaku 1 September 2018, mungkin butuh persiapan lebih. Diharapkan minggu keempat September (FAME) sudah sampai ke sana (Wayame)," ucapnya.
Sementara, TBBM Sorong akan langsung mencampurkan FAME di lokasi karena pasokan solar murni (B0) diperoleh langsung dari Kilang Kasim. Bahan bakar nabati bakal dipasok oleh Wilmar.
Gandhi berharap pemerintah yang diwakili Kementerian ESDM bisa mengingatkan para pemasok FAME untuk segera mempercepat pengiriman agar penerapan B20 bisa segera terwujud 100 persen akhir bulan ini. Di sisi lain, ia berharap hal itu bisa memicu Badan Usaha BBM (BU BBM) lainnya untuk segera menerapkan energi hijau.
"TBBM Tanjung Uban sudah 22 kali melaksanakan pengapalan B20 sejak perluasan implementasi B20 untuk semua sektor diberlakukan. Dengan kita ekspose sekarang, semoga BU BBM lain tergerak untuk segera menerapkan B20," ucapnya.
Tanggapan Dirjen Migas
Turut dalam peninjauan di TBBM Tanjung Uban adalah Dirjen Minyak dan Gas Kementerian ESDM Djoko Siswanto. Ia mengakui kendala penerapan mandatori terletak pada pasokan FAME dari BU BBN. Beberapa mengeluhkan soal transportasi, seperti kapal yang terbatas.
"Kamis depan, kami akan rapat dengan Menko Perekonomian. Tapi, kami minta para BU BBN menyerahkan data sehingga bisa dievaluasi alasan kesulitan mereka. Kalau bisa diterima, kami tak akan beri sanksi," ujarnya.
Bila alasan tidak bisa diterima, ia mengingatkan BU BBN bakal didenda Rp 6.000 per Liter dari jumlah yang disepakati dalam kontrak. "Daripada kena sanksi, ya lebih baik segera dilaksanakan," katanya.
Masalah lain yang bakal jadi perhatian adalah soal harga indeks pasar solar dan biodiesel untuk PSO dan Non-PSO disamakan dari referensi harga tiga bulan ke belakang menjadi sebulan terakhir saja. Masalah tersebut juga akan dibahas, selain pengawasan penerapan B20 oleh BU BBM.
"Tadi, Pertamina mengusulkan agar cukup satu pintu saja yang menyalurkan B20, tetapi harga tetap diatur oleh pemerintah, karena pada dasarnya mereka sudah siap," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement